Selasa, 23 Desember 2008

“Sistem Pendidikan Sekuler Mahal,
Sistem Pendidikan Islam Pasti Gratis”

Pada dasarnya, sistem pendidikan Islam didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap Muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh mengabaikan nya.
Allah Swt. Mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan membekali dirinya dengan berbagai macam ilmu yang dibutuhkannya dalam kehidupan. Ilmu dianggap sebagai sesuatu yang harus ada, yang termasuk ke dalam kebutuhan primer manusia.
Atas dasar inilah negara wajib menyediakan pendidikan bebas biaya kepada warga negaranya, baik Muslim maupun non-Muslim, agar mereka bisa menjalankan kewajibannya atau memenuhi kebutuhan primer mereka. Negara bersungguh-sungguh berupaya memperoleh pendapatan negara, seperti yang telah dicontohkan Rasulullah saw, dalam mengelola perekonomian negara, semua aset negara baik berupa tambang batubara, minyak, gas, besi, tembaga, timah, emas dan yang laiknya termasuk hutan dan sumber daya laut yang berupa mutiara, dan kekayaan laut laiknya dikelola semaksimal mungkin oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, agar bisa memenuhi kebutuhan primer bagi negaranya, termasuk kebutuhan pendidikan yang diselenggarakan secara gratis. Bukan diserahkan kepada asing dan pihak swasta?
Negara tidak hanya sekedar berkewajiban menyediakan pendidikan yang bebas biaya, tetapi juga berkewajiban bertindak sebagai penyelenggara sistem pendidikan yang berkualitas, dengan asas pendidikan dan tujuan pendidikan sebagaimana berikut:
Asas pendidikan,
Asas pendidikan adalah akidah Islam. Bukan seperti sistem pendidikan sekuler yang mana agama hanya dijadikan sebagai mata pelajaran saja bukan sebagai dasar bagi seluruh mata pelajaran, bahkan di perguruan tinggi pendidikan agama hanya merupakan mata kuliah wajib yang mempunyai nilai bobot hanya 2 sks saja sama dengan mata kuliah lainnya. Tetapi Islam memandang akidah sebagai dasar kurikulum (mata ajaran dan metode pengajaran) yang diberlakukan oleh negara. Akidah Islam berkonsentrasi pada ketaatan pada syariat Islam. ini berarti tujuan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syariat Islam. pendidikan dianggap tidak berhasil apabila tidak menghasilkan keterikatan pada syariat Islam pada peserta didik, walaupun mungkin membuat peserta didik menguasai ilmu pengetahuan. Jadi wajar ketika sistem pendidikan Islam diterapkan maka tidak akan ada lagi siswa atau mahasiswa yang melakukan sex bebas, mengkonsumsi narkoba, tauran, bolos sekolah, bahkan sistem pendidikan Islam tidak akan mencetak para pejabat yang korup seperti yang telah terjadi di sistem pendidikan sekuler sekarang dimana siswa dan mahasiswanya banyak yang melakukan sex bebas, mengkonsumsi narkoba dan tauran pun tidak pernah lepas di dunia para intelektual yang dikatakan sebagai calon pemimpin bangsa ini.
Tujuan pendidikan,
Tujuan pendidikan diartikan sebagai suatu kondisi yang ideal yang akan dicapai peserta didik. Pendidikan Islam adalah upaya sadar yang terstruktur, terprogram, dan sistematis, yang bertujuan mengembangkan manusia yang: (1) berkepribadian Islam; (2) menguasai tsaqofah atau pemikiran Islam; (3) menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan seni) yang memadai, yang selalu menyelesaikan masalah kehidupannya sesuai dengan syariat Islam.
Seorang peserta didik harus dikembangkan semua kecerdasannya, baik kecerdasan intelektual, spiritual, emosional, dan politiknya. Karena semuanya dituntut dalam perjalanan hidup sebagai khifah di muka bumi.
Para peserta didik kelak akan menjadi profesi-profesi di masyarakat sekedar mendapatkan materi untuk kehidupannya di dunia, tetapi juga dilandasi motivasi menjalankan kewajiban kifayah untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Seorang dokter, misalnya, tidak perlu mengejar setoran untuk mengembalikan modal sekolah kedoktorannya. Ia mengobati pasien sebagai bentuk ibadahnya kepada Allah. Bermodalkan ilmu kedokteran yang dikuasainya dan dengan tsaqafah (Pemikiran) Islam yang dimilikinya, ia tidak akan mengobati pasien dengan cara-cara yang diharamkan Allah.
Selain itu, untuk mencapai tujuan pendidikan yang kondusif maka diperlukan juga pendidik (guru dan dosen) atau orang-orang yang menyampaikan pelajaran, teladan bagi peserta didik, dan pelaku cara-cara (strategi) mengajar dalam pendidikan yang lain kepada siswa. Tenaga pendidikan (pegawai administrasi, dokter sekolah, dan tenaga lain di sekolah) juga merupakan orang-orang yang menentukan terwujud tidaknya budaya sekolah yang kondusif bagi tercapainya tujuan pendidikan. Karenanya mereka harus direkrut dari orang-orang yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Negara harus menentukan kualifikasi pendidik dan tenaga pendidikan. Misalnya, ditentukan bahwa mereka semua harus berkepribadian Islam, memiliki etos kerja yang baik, sehingga tidak ada guru atau dosen yang bolos mengajar, amanah, dan kapabel menjalankan tugas masing-masing. Untuk pendidik mereka menguasai ilmu yang akan diajarkan kepada peserta didik dan menguasai metode-metode dalam pendidikan dan pengajaran. Jadi sistem pendidikan Islam lebih baik dari pada sistem pendidikan sekuler yang telah diberlakukan selama bertahun-tahun dan tidak kunjung memberikan kebermanfaatan yang pasti kepada masyarakat banyak. Sebagai contoh sekarang banyak rumah sakit yang hanya meriam pasien dari golongan orang-orang kaya saja sedangkan orang miskin dilarang untuk berobat di rumah sakit “orang miskin dilarang sakit”, kemudian tidak sedikit bangku-bangku pendidikan yang tidak bisa dicapai oleh masyarakat kecil, padahal hak mereka adalah untuk mengenyam dunia pendidikan yang berkualitas itu sudah menjadi bagian dari hak mereka sebagai rakyat di sebuah negara yang didasarkan atas asa hukum yang berlaku.
KRISIS MULTI DIMENSI DAN KRISIS PEMIMPIN
(refleksi 100 Kebangkitan Nasional dan 10 Reformasi)


Indonesia, yang mengalami lumpuh total akibat terserang penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral pun juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
Negeri yang dulu pernah menjadi swasembada beras kini telah menjadi negeri yang kering dan tandus setelah menjadi negara Indonesia. Negeri yang dulu pernah menjadi pengekspor tenaga kerja profesional ke luar negeri kini telah menjadi negeri pengekspor buruh. Yang menjadi PR kita semua adalah, apakah pendidikan di Indonesia hanya mampu mencetak mental-mental buruh?
Yang lebih memilukan lagi mental rakyat di negeri ini lebih senang menjadi buruh ketimbang menjadi pemilik usaha. Bukan hanya di luar negeri di dalam negeri pun penduduk pribumi ini tetap menjadi buruh.
Kalau di hitung dari sabang sampai merauke kekayaan alam kita sangat melimpah ruah bahkan untuk PT freeport saja mampu untuk membangun AS yang lebih baik dari AS sekarang. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kemana semua kekayaan alam kita? Kenapa kita menjadi buruh? Kenapa rakyat Indonesia banyak yang miskin? Kenapa setiap tahunnya selalu ada saja peningkatan jumlah pengguguran padahal sumber laut kita melimpah, tambang kita banyak, dan serentetan kekayaan alam lainnya yang sampai saat ini dikeruk orang lain. Dimana kita saat kapal batu bara melintasi laut kalimantan? Dimana pemerintah kita saat kapal pengangkut emas di Papua mengangkut kekayaan alam miliki kita? Kenapa BBM kita naik padahal stok minyak mentah kita banyak? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang hingga saat ini tidak bisa dijawab oleh penguasa kita?
Padahal di Gedung-gedung pemerintahan kita banyak sekali pejabat nya, mungkin kalau ditulis di kertas putih tentu tidak akan cukup kalau hanya 100 lembar kertas, bahkan untuk menulis nama-nama mereka saja mungkin tidak akan cukup dengan hanya satu pulpen saja. Tapi apa kerja mereka, mobil mewah, rumah mewah, makanan mewah, pakaian mewah, dan serba mewah lainnya yang kita berikan sepertinya tidak cukup untuk fasilitas mereka hingga mereka harus ‘merampok’ rakyat lagi dengan kekuasaan mereka (korupsi, suap-menyuap dan berbagai macam niputisme lainnya).
Kalau kita berkaca dari Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin, dia sanggup merelakan anaknya menangis karena ingin membeli baju dari pada memakan uang yang bukan haknya. Umar lebih rela tinggal dibawah gubuk dari melihat rakyat yang tinggal dibawah gubuk padahal dia adalah seorang penguasa pada saat itu. Bahkan Umar sanggup mengangkat beras sendiri untuk memberi makan rakyatnya dan memasak nya dengan tangan nya sendiri.
Inilah salah satu sosok pemimpin yang dirindukan rakyat hingga saat ini. Ketidak percayaan rakyat terhadap partai-partai politik sekarang sangat beralasan, sebabnya sudah 100 tahun hari kebangkitan nasional dan bahkan sudah 63 tahun kita merdeka ditambah lagi dengan 10 Reformasi, keadaan kita masih seperti ini bahkan lebih buruk dari yang dulu. Berarti pemilu yang sudah-sudah tidak menghasilkan apa-apa kecuali penderitaan rakyat, bahkan pemilu 2004 yang lalu yang telah mengantarkan SBY-JK menjadi seorang pemimpin yang dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis pun sama saja hasilnya. Lalu mungkinkah kita akan berharap pada pemilu yang akan datang, sampai kapan kita akan berharap pada pemilu?
Saatnya Indonesia melawan, bangkit untuk mandiri dan bersatu melawan Imperialisme penjajah, menasionalisasikan semua aset-aset kita, mengembalikan hak-hak rakyat yang dirampas. Sebagaimana yang telah di lakukan India dan Cina, India dan Cina bukan hanya menguasai ilmu dan teknologi tetapi sudah menguasai ilmu antariksa jangan ditanya apakah mereka mampu menguasai swasembada beras.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia sudah seharusnya menampakkan diri sebagai “macan” Asia. Lihatlah keberanian pemimpin dunia macam Evo Morales (Bolivia), Hugo Chavez (Venezuela), Rafael Correa (Ekuador), atau Mahmoud Ahmadinejad (Iran) yang dengan gagah berani menentang Imperialisme ekonomi AS dengan menasionalisasikan aset-aset strategisnya dan mengusir perusahaan multinasional yang menggerogoti SDM bangsa mereka. Wallahu a’alam bi ash-shawab
BENARKAH PLATO DAN ARISTOTELES TIDAK BEGITU
PERCAYA PADA DEMOKRASI?
(dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat)


Istilah “demokrasi” saat ini tidak dapat di lepaskan dari wacana politik apapun baik dalam konteks mendukung, setengah mendukung, atau menentang. Mulai skala warung kopi pinggir jalan sampai hotel berbintang lima, demokrasi menjadi objek yang paling sering di bicarakan, paling tidak di negeri ini.
Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter jika tidak demokratis pasti totaliter. Totaliter sendiri memiliki kesan buruk kejam, bengis, sehingga negara-negara komunis sekalipun tidak ketinggalan memakai istilah demokrasi walaupun diembel-embeli sebagai “ Demokrasi Sosialisme” atau “Demokrasi Kerakyatan”. Dalam kaitannya masalah ini, UNESCO pada tahun 1949 menyatakan:
“… mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi di nyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang di perjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh…
Kedaulatan didefinisikan sebagai “menangani dan menjalankan sesuatu kehendak atau aspirasi tertentu”. Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini berarti rakyat sebagai sumber aspirasi (hukum) dan berhak menangani serta menjalankan aspirasi tersebut.
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada ditangan rakyat dan mereka “mengontrak” seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa dapat dipecat karena penguasa tersebut merupakan “buruh” yang di gaji oleh rakyat untuk mengatur negara. Konsep inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755), dikenal dengan sebutan kontrak sosial.
Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk mengembalikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan apapun bentuknya secara terbuka dan tanpa batasan atau tekanan.

Keprihatinan bangsa terjadi apabila kepemimpinan tidak lagi melindungi kepentingan publik (rakyat), di beberapa negara yang tertulis dalam catatan sejarah mengetengahkan keadaan negara yang lebih mementingkan kehendak pemimpinnya, maka egoisme individual pemimpin itu akan menggusur negara kepada kemiskinan rakyatnya dan kehancuran negaranya. Logika kepemimpinan adalah membawa kehidupan rakyatnya menuju kepada kesejahteraan, bukan sebagai arena menarik sebesar-besarnya kekayaan intelektual, materi, maupun tenaga rakyatnya untuk kesejahteraan pemimpinnya. Gejala penyelewengan pemimpin telah berjalan sejak sebuah kelompok manusia/organisasi terbentuk di bumi ini. Tipikal kepemimpinan kuno yang tingkat peradabannya masih rendah, pemimpin selalu dianggap sebagai dewa, sehingga rakyat diharuskan mengabdi dan memenuhi segala perintahnya, meskipun perintah tersebut menyengsarakan mereka. Dengan kata lain kepemimpinan pada masa peradaban rendah, rakyat merupakan objek bagi peningkatan kesejahteraan pemimpin, sehingga kekayaan alam dan sumberdaya lainnya diperuntukan untuk kesejahteraan pemimpin.
Demokrasi modern tidak memberikan ruang kepemilikan sumber-sumber ekonomi yang berlimpah dan sangat dibutuhkan masyarakat banyak dikuasai oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik sumber-sumber ekonomi tersebut (faktor produksi). Demokrasi modern memberikan keleluasaan kepada pihak swasta (individual) untuk menguasai sumber-sumber ekonomi, praktik teori demokrasi ini sebenarnya sedang memperlihatkan bahwa praktik monopoli kepemilikan sumberdaya diperkenankan, dan negara menjadi lembaga legalisasi terhadapnya. “Mungkinkah keadilan dapat dicapai dengan kondisi ini ?”, Bukankah praktik ini sedang mempertontonkan teori kekuatan hewan di hutan, dimana yang kuat boleh menjadi pemimpin ?. Kecerdasan mana yang dapat menerima demokrasi modern dapat dijadikan model kepemimpinan yang mensejahterakan rakyat suatu negara, dan dimanakah letak kekuasaan negara sebagai pelindung rakyatnya, apabila kepemilikan sumber-sumber ekonomi tidak diatur oleh negara, tapi diserahkan sebebas-bebasnya kepada individu ?.
Sehingga mungkin Plato dan Aristoteles bertanya untuk apa ada negara jika yang menjalankan roda perekonomian adalah swasta, sedangkan negara sifatnya hanya sebatas wasit di arena pertandingan sedangkan yang menjadi pemain adalah rakyatnya. Yang kuat dapat menindas yang lemah dan yang berkuasa dapat menggunakan kekuasaannya untuk bertindak sesukanya, hal serupa tidak lebih seperti hukum yang ada di hutan, jadi demokrasi dapat disebut sebagai hukum rimba?
Suara mayoritas selalu menjadi rujukan bagi sistem demokrasi, sehingga rakyat bisa menggantikan kedudukan Tuhan di dunia. Sesuatu tidak lagi diukur dengan benar atau salah tetapi diukur dengan suara mayoritas, sehingga tidak aneh jika demokrasi melahirkan disintergrasi nilai luhur suatu agama, sosial, dan budaya di suatu masyarakat.
Praktik Korupsi, monopoli terhadap sumber-sumber ekonomi, swastanisasi sumber-sumber ekonomi yang merupakan hajat hidup rakyat banyak, gaya kepemimpinan yang selalu ingin diutamakan, serta masih memerlukan upeti, money politic, eksploitasi sumber daya alam yang mengabaikan keseimbangan, dan meningkatnya jumlah kemiskinan akibat rakyat miskin menjadi objek pemilik sumber daya ekonomi, merupakan produk demokrasi modern, sebab demokrasi ini memperkenankan penguasaan individual terhadap sumber daya ekonomi dengan berbagai cara.
Praktik kepemimpinan dengan pendekatan kekuasaan ekonomi, akan melahirkan penindasan, kedzaliman, dan kerakusan. Kepemimpinan model seperti ini akan melahirkan ketakutan bagi para pemimpin yang sedang duduk kehilangan jabatan. Hal ini terjadi karena berindikasi turunnya jabatan akan menurunkan jumlah kekayaan, sehingga upaya mempertahankan kekuasaan dan memperbanyak kekayaan menjadi faktor penentu kelestarian pengaruh yang dimilikinya. Apakah pemimpin yang masih memiliki ketakutan terhadap turunnya jabatan, akan mampu memimpin rakyatnya/bawahannya, dan apakah rakyat/bawahan mau dipimpin oleh seorang penakut seperti itu ?.
Meningkatnya jumlah kemiskinan, kebijakan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan diluar kesejahteraan rakyatnya, merupakan bentuk kegagalan demokrasi modern, contoh riil yang dihadapi yaitu meningkatnya harga pangan, meningkatnya harga minyak, merupakan bukti kegagalan produk pemikiran demokrasi modern.
Sehingga patutlah Plato dan Aristoteles kebingungan dengan teori ini, yang tidak lagi berstandar kan kesejahteraan rakyat tetapi standar untuk kesejahteraan penguasa dan pemilik modal (kapital). Mungkin jika John Locke dan Montesquieu masih hidup dia akan berpikir seribu kali untuk memperkenalkan sistem demokrasi ini, dan tidak menutup kemungkinan dia akan memperkenalkan sistem Islam yang tidak ada dua dibandingkan dengan demokrasi.
Menerapkan model kepemimpinan Muhammad (Islami) dalam berorganisasi dan bernegara, merupakan pilihan rasional dan ilmiah, sebab kelemahan dari model ini hanya disebutkan oleh orang-orang yang tidak menghendaki kebenaran dan kesejahteraan manusia tegak dimuka bumi ini.
“Ditinjau dari akar kelahirannya, islam jelas beda dengan demokrasi. Sistem Islam tidak lahir dari akal-akalan manusia, tapi merupakan Wahyu dari Allah SWT.
“Pungli Berkedok Pendidikan”
(wongcilik dilarang pintar)

Indonesia yang rata-rata berpenduduk rakyat yang perekonomiannya dibawah garis kemiskinan “wongcilik”, tiba-tiba harus dikejutkan dengan UU yang akan mencegah anak-anak mereka untuk bisa menikmati pendidikan dengan murah.
Pendidikan akan dikomersilkan. Masa depan bangsa ini tergantung pada pendidikan yang ada di dalam negaranya, makin baik pendidikan yang diberikan maka negara akan semakin prioritas untuk mencapai tujuan negaranya. Kalau pendidikan yang diberikan suatu negara kepada pendudukanya kurang baik maka prioritas negara untuk mencapai tujuannya juga akan semakin minim.
Suatu negara akan dikatakan berhasil di dalam dunia pendidikan jika mampu menghasilkan jutaan orang-orang terpelajar setiap tahunnya, lalu bagaimana semua itu akan bisa dicapai kalau pendidikan di dalam negerinya mahal?
Dengan disahkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada tanggal 17 Desember 2008 lalu yang sering diselewengkan mahasiswa dengan kalimat Badan Hutang Pendidikan. Bisa dikatakan sebagai bumerang bagi peserta didik, bagaimana bisa pendidikan yang dikomersilkan mampu memberikan pendidikan yang murah kepada peserta didik. Kalau kita lihat sekarang perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta berlomba-lomba untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan mereka, tetapi yang menjadi korban dari ambisi perguruan tinggi tersebut adalah mahasiswa. Mahasiswa harus membayar uang pakal, uang buku, dan sejumlah dana lainnya yang bisa digolongkan sebagai iuran yang harus dibayar mahasiswa kepada pihak perguruan tinggi dengan biaya yang relatif sangat mahal.
Pada dasarnya upaya perguruan tinggi atau perguruan menengah dan sejenisnya untuk berlomba-lomba membangun sarana dan prasarana pendidikannya bukan merupakan suatu hal yang buruk, tetapi harus perlu dipertimbangkan kalau yang akan menjadi korban adalah peserta didik. Seharusnya upaya untuk mencari dana di dalam pembiayaan pembangunan sekolah atau perguruan tinggi itu bisa dengan mempatenkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh mahasiswa atau dari pihak pendidik untuk kemajuan dunia pendidikan atau mengembangkan minat dan bakat siswa atau mahasiswa sehingga membuat banyak lembaga-lembaga yang tertarik, semisal mahasiswa otomotif yang senang merancang berbagai bentuk kendaraan maka seharusnya pihak sekolah atau pihak kampus bisa menangkap hal ini dan langsung mempromosikan nya kepada pihak-pihak yang bisa mengekspos hobi dan minat peserta didik tersebut, atau bisa juga bekerja sama dengan lembaga pendidikan lain yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dunia pendidikan sebagai lahan pembiayaan pendidikan, sehingga siswa dan mahasiswa tidak perlu dibebankan dengan biaya pendidikan yang begitu mahal dan menakutkan bagi rakyat yang tidak mampu.
Pendidikan merupakan kewajiban bagai setiap warga negara yang harus diselesaikan minimal 9 tahun, lalu bagaimana hal itu bisa terjadi kalau biaya pendidikan begitu mahal.
Keputusan pemerintah untuk memberlakukan UU BHP, bisa dianggap suatu keputusan yang tidak realistis dilakukan pada saat perekonomian Indonesia yang carut-marut.
Ini merupakan catur politik di Indonesia, dunia pendidikan sekali lagi ingin digunakan sebagai lahan mencari uang, bukan diupayakan untuk mencerdaskan anak bangsa yang kian terpuruk ini. Sungguh tidak adil jika MK tidak mencabut UU BHP, dan lebih tidak bijak jika pihak perguruan tinggi negeri atau swasta dengan leluasa menerima UU BHP dengan begitu tanpa ada pertimbangan yang begitu matang. Seharusnya pihak-pihak kampus harus bisa mencari jalan tengah untuk menyelesaikan problem perguruannya dan tidak serta merta mengorbankan siswa dan mahasiswa.
Kalau pendidikan bisa murah kenapa harus mahal, dengan bijaklah seharusnya lembaga-lembaga pendidikan mencari pendanaan untuk pembiayaan perguruannya sehingga tidak mengambil keputusan yang keliru, yang bisa mempersempit lembaga-lembaga pendidikan formal yang diprioritaskan untuk anak bangsa tanpa terkecuali, karena merupakan kewajiban bagi mereka untuk menuntaskan pendidikan minimal 9 tahun.

Kamis, 18 Desember 2008


Surat Cinta Untuk Orang Yang Aku Cintai

Banjarmasin, 28 November 2008
Kpa Yth: Orang Yang Menerangi Gelap Kasih ku
Jln : Simpang 1 Anugrah Ilahi

Assalamualaikum Wr.Wb
Mungkin kedatangan dari surat ini sangat mengejutkan Ukti, tapi bagi saya ini adalah suatu cara bagi saya untuk mengutarakan semua isi hati saya kepada ukti. Ketidak mampuan saya, ketidak beranian saya telah membuat saya diam, dan cinta saya kepada ukti telah merongrong dijantung sukma saya seakan dia berontak dan tak mau berhenti untuk terus berontak. Sehingga ketidak berdayaan saya terkalahkan dengan nikmat cinta yang diberikan Allah kepada saya.
Setetes harapan di dalam hati saya, untuk mengharapkan seorang yang sangat mulia hatinya. Saya ibarat lumpur dosa yang ingin mandi di kolam susu. Mungkin itulah gambaran ketidak berdayaan saya. Waktu telah menancapkan rasa cinta saya kepada ukti, waktu telah membuat saya merasa harus menjadi orang yang haus cinta.
Dear…..
Sebelumnya ukti mungkin merasa sangat kaget dengan datangnya surat ini, tapi inilah surat yang saya tulis ketika hati saya sudah merasa gundah gulana ingin mengharapkan cinta yang tumbuh di taman surga. Tapi sebelumnya ukti akan bertanya seberapa besar cinta saya untuk ukti, apa yang saya miliki untuk diberikan kepada ukti dan serentetan pertanyaan lainnya.
Ketika ukti bertanya seberapa besar cinta saya kepada ukti, mungkin saya akan menjawab tidak sebesar seperti cinta Romeo dan Juliet. Saya juga tidak bisa mencintai Ukti sepenuhnya, ketika ukti menjadi Istri saya mungkin ukti harus berbagi cinta dengan yang lainnya. Sanggupkah ukti untuk itu? Sebelum saya mengungkapkan rasa hati saya kepada ukti, saya sudah memiliki banyak cinta sebelumnya: saya cinta kepada Allah yang memberikan saya kehidupan, saya cinta kepada Rasulullah yang telah memberi terang hidup saya, saya cinta kepada Ibu dan Ayah saya, saya cinta kepada seluruh kaum muslimin yang sedang dijajah, dan saya juga cinta kepada hamparan langit, gunung dan semua ciptaan Allah yang telah memberi kehangatan kepada saya. Mungkin cinta saya kepada Ukti hanya tinggal setetes saja, meskipun demikian saya akan berusaha membahagiakan Ukti meskipun tidak sebahagia sang putri raja atau tidak sebagia sang permaisyuri di kerajaan. Tapi Insya Allah saya berjanji demi sang pencipta yang telah memberi kehidupan kepada saya, saya akan berusaha untuk selalu membahagiakan Ukti meski kita hanya hidup di bawah gubuk, meski kita makan hanya dengan garam atau kita hanya makan dengan ubi saja.
Bagi saya cinta tidak bisa diukur dengan materi, cinta juga tidak bisa di ukur dengan bentuk fisik, tetapi cinta hanya lahir bagi orang-orang yang mengagumi makna cinta yang lahir dari Ilahi, cinta yang suci hanya lahir dari jiwa yang suci. Cinta bukanlah mainan, cinta juga bukan rayuan, cinta juga bukan valentine, cinta juga bukan irama lagu , cinta tidak bisa diutarakan dengan bunga, cinta juga tidak bisa diutarakan dengan coklat. Tapi cinta hanya bisa diutarakan dengan hati yang bersih, karena cinta itu hakekat nya adalah anugerah dari Ilahi.
Dear…
Setulus cinta yang lahir dari hati, bukan cinta yang hanya lahir dari materi, cinta tidak seperti air yang setiap saat bisa berkurang kadang pasang terkadang dia surut, cinta juga tidak seperti hangatnya sinar matahari kadang panas terkadang mendung, cinta juga tidak bisa diibaratkan seperti tiupan angin yang kadang menyejukkan dan terkadang tidak memberi kesejukan. Tetapi makna cinta saya adalah seperti waktu, dia terus berjalan dan dia tidak bisa berubah, tidak bisa kembali dan tidak bisa berhenti.
Cinta bukan pacaran cinta juga bukan TTM (Teman Tapi Mesra), cinta adalah harapan untuk menjadi yang terbaik dalam hidup, harapan untuk memberikan kasih sayang karena Allah, harapan untuk membahagiakan, harapan untuk berbagi, harapan untuk saling merasakan, dan harapan untuk saling menasehati.
Cinta yang dihiasi dengan materi pasti tidak akan bisa bertahan, dia akan terus rapuh hingga hilang terkikis waktu, cinta yang dihiasi materi tidak lebih seperti roda kendaraan yang bila sering digunakan maka dengan sendirinya dia akan berkurang, tetapi cinta yang lahir dari jiwa yang bersih mencinta karena Allah berpisahpun hanya karena Allah, tidak lebih. Hanya cinta yang lahir dari jiwa yang bersihlah yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan dan kemuliaan.
Banyak para pujangga yang mengutarakan cinta nya dan berjanji untuk saling setia, berjanji saling mengasihi dalam ikatan yang tidak diridhoi-nya, seakan sombong pada dunia, mereka beranggapan bahwa cintanyalah yang paling mulia seakan-akan membuat cinta yang lain tiada, mereka dengan sombong juga mengatakan bahwa dunia ini hanya milik berdua seakan-akan membuat mati makhluk yang lain.
Gue tidak akan begitu cinta gue hanya sebatas cinta kepada Allah, cinta gue akan luntur ketika cintamu kepada Allah juga luntur, tapi cinta gue tidak akan luntur kalau hanya bentuk fisikmu yang berubah. Gue akan terus dan selalu mencintaimu meski satu kakimu hilang dan kamu hanya duduk di kursi roda, gue juga akan terus mencintaimu meski tanganmu putus dan kamu tidak mempunyai tangan untuk merawatku, cinta gue juga tidak akan pudar ketika matamu tidak bisa melihat, cinta gue juga tidak akan hilang ketika kamu tidak bisa bersuara. Tetapi cinta saya akan hilang ketika kamu berpaling dari Allah, meninggalkan semua sunah-sunah Rasulullah, dan lari dari ajaran-ajaran Islam, meskipun kecantikan mu bisa merobek jantung ku, meskipun hamparan indahnya tubuhmu bisa menggoncangkan dunia dan atau laut akan berubah menjadi gelap dengan senyumu. Tetapi cintamu kepada sang pencipta hilang maka hilanglah pula cinta saya.
Langit mungkin akan berubah, laut juga pasti bisa berubah tetapi komitmen gue untuk mencintaimu tidak akan berubah. Berjanjilah untuk saling membahagiakan, berjanjilah untuk memberi yang terbaik antara yang satu dengan yang lain. Berjanjilah untuk bisa mengiklaskan, karena cinta itu bukan lah segalanya. Masih banyak yang harus dipikirkan oleh mu dan juga olehmu yakni Islam.
Mungkin inilah sayap-sayap patah saya buat ukti, meskipun ukti tidak menjadikan saya pilihan hati, saya tidak akan berputus asa, tidak akan bunuh diri, saya juga tidak akan, meminum racun serangga. Karena cinta saya lahir dari hati dan jiwa yang bersih maka di dalam hati saya tidak ada kata cinta bertepuk sebelah tangan, ketika saya mencintai maka itulah makna cinta yang sesungguhnya, cinta yang hanya hilang jika Allah tidak mengizinkannya.
Waktu bisa berubah maka cinta saya tidak akan pernah berubah kecuali bila Allah yang menginginkannya.
Saya juga tidak bisa berharap pada ukti karena ukti juga mempunyai harapan, saya juga tidak bisa memaksa ukti untuk mencintai saya karena tidak ingin ukti mencintai saya karena terpaksa.
Mungkin waktu jualah yang akan menjawab semuanya….. waktu yang akan membawa kita kemana dia hendak membawa dengan seizin yang menciptakan waktu…..
Semoga datangnya surat ini bisa menambah iman kita, bisa menambah rasa cinta kita kepada Allah sang pencipta makhluk dan inilah surat yang saya buat untuk orang yang saya rindukan kehadirannya di dalam hidup gue…
Gue tunggu balasan darimu dan pesan saya yang terakhir…janganlah jadikan cinta sebagai tujuan hidupmu, tetapi jadikanlah ia sebagai jalan bagimu untuk meraih ridho darinya..
Wassalam orang yang mencintaimu…

Selasa, 02 Desember 2008

permasalahan

Soal : Cari data lapangan tentang kendala memulai usaha masing-masing mahasiswa.

Saya mencari data lapangan tentang kendala memulai usaha peternakan ayam daging, dan dari data-data yang saya peroleh kendala-kendalanya sangatlah beragam dan kendala-kendala dalam memulai usaha peternakan ayam tersebut adalah:

A. Memperoleh pengetahuan tentang cara beternak ayam daging yang baik dan benar.
Sebelum benar-benar memulai usaha peternakan ayam daging ini, peternak yang sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan tentang cara beternak ayam daging yang baik dan benar berusaha mencari-cari pengetahuan tentang itu. Baik dengan cara membeli buku yang berkaitan dengan peternakan ayam daging, maupun ikut penyuluhan-penyuluhan yang berkaitan dengan masalah beternak ayam daging. Sehingga dengan demikian peternak yang pada awalnya cuma ingin memulai usaha beternak ayam daging, tapi belum mempunyai keterampilan tentang itu kini sudah menjadi peternak yang ingin membuka usaha peternakan yang sudah mempunyai keahlian tentang beternak ayam daging tersebut.

B. Modal usaha
Modal adalah hal yang paling utama dalam memulai usaha. Dalam memulai usaha peternakan ayam daging ini diperlukan modal yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 75.000.000,- modal yang cukup banyak ini tentu saja tidak dimiliki oleh peternak yang tergolong kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu peternak mengajukan permohonan pinjaman ke bank untuk menambah modalnya. Dalam proses pengajuan pinjaman ke bank peternak cukup mendapatkan kesulitan karena harus adanya jaminan dan birokrasi yang bertele-tele. Setelah berhasil mendapatkan pinjaman dari bakn maka modal sudah terkumpul dan modal tersebut digunakan untuk membuat kandang ayam, perlengkapan peternakan dan sebagian lagi untuk modal kerja.

C. Mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP)
Agar dalam menjalankan usaha ini nantinya tidak mendapatkan gangguan dan hambatan yang tidak diinginkan (protes dari masyarakat, penggusuran, dan lain-lain) maka diperlukan suatu legalitas usaha, salah satunya dengan mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP), dalam memperoleh surat izin perdagangan untuk usaha peternakan ini peternak mendapatkan kesulitan yaitu karena birokrasinya sangat bertele-tele mulai dari minta izin ke ketua Rt, lurah, dan seterusnya. Proses ini sangat menyita waktu dan tenaga peternak.

D. Penentuan lokasi yang tepat
Lokasi yang tepat sangat menentukan lancar tidaknya suatu usaha yang dijalankan. Dalam usaha peternakan ayam daging ini diperlukan lokasi yang cukup jauh dari permukiman penduduk, hal ini dikarenakan dalam usaha peternakan ayam daging ini akan menimbulkan polusi udara yang berupa bau tidak enak yang berasal dari kotoran ayam tersebut, jika tetap memaksakan mendirikan peternakan ayam daging di daerah lingkungan padat penduduk maka bukan tidak mungkin akan mendapatkan protes dari masyarakat yang terganggu oleh udara yang tercemar karena bau kotoran ayam tersebut. Jadi untuk menghindari kemungkinan tersebut maka peternak memutuskan untuk memilih lokasi peternakan yang cukup jauh dari permukiman penduduk.

E. Pembuatan kandang
Ketika sudah terkumpul, surat izin usaha perdagangan sudah di peroleh dan lokasi yang tepat sudah ditentukan, ternyata kesulitan yang dialami peternak ayam daging belum habis, karena peternak harus membuat kandang yang tahan lama, higienis, dan memiliki sistem saluran air yang cukup baik, ini semua diperlukan agar kesehatan ternak ayam selalu bisa terjaga. Untuk mewujudkan semua itu tidak mudah. Karena tentu saja peternak tidak mempunyai keahlian untuk membuat bangunan, maka peternak meski memanggil ahli bangunan (tukang) untuk mengerjakannya dan ini akan menambah biaya pembuatan bangunan. Pengandangan yang baik dan sehat sangat menentukan kesehatan ayam yang akan diternakkan, ini salah satu langkah awal yang sangat menentukan dalam proses pemeliharaan nantinya.

F. Permasalahan di masa yang akan datang
Hal ini perlu direncanakan terlebih dahulu, kita perlu mempunyai kolega yang merupakan seorang pengumpul ayam daging dari kandang (mengambil langsung ke tempat peternak) yang kemudian nantinya akan menjual ke pedagang besar atau langsung mengencer ke pedagang ayam daging potong yang akan di pasar. Kolega ini sangat diperlukan karena jangan sampai suatu saat nanti jika ayam daging sudah siap panen tetapi tidak ada akses untuk memasarkannya. Hal ini akan sangat merugikan peternak, untuk itu diperlukan adanya suatu hubungan kerja sama antara peternak dengan pengumpul ayam daging tersebut dengan adanya hubungan kerja sama ini maka jika suatu saat nanti terjadi ayam dagingnya banyak sehingga memasarkannya sulit, jadi peternak tidak perlu susah-susah memutar otak untuk memasarkan ayam dagingnya karena ia sudah melakukan kerja sama dengan pedagang pengumpul ayam daging:
Demikian hasil data yang saya peroleh ketika meneliti tentang kesulitan-kesulitan memulai usaha peternakan ayam daging.

Kendala

Kendala Sebelum Memulai Usaha



a. Kurangnya Modal
Modal erat kaitannya dengan masalah dimulainya suatu usaha, tanpa adanya modal maka usah nggak bisa berjalan, maka secara garis besar modal sangat diperlukan di dalam memulai usaha, masalahnya adalah dimana dan bagaimana memperoleh modal cepat dan nggak ribet. Yang terbayang di benak saya ketika melihat seorang teman saya membuka usaha dia hanya bermodal kan kepercayaan dan keberanian untuk berwirausaha, dengan rumah makannya ia mampu mempekerjakan 10 orang dengan asumsi 3 buah warung dapat menampung 3 sampai 4 orang pekerja. Jadi usaha adalah merupakan kendala no 1 yang harus dikedepankan.
b. Kurangnya Pengalaman
Sebelum sahabat saya memulai pekerjaan dia berkata kepada saya bahwa dia sebenarnya bukanlah orang yang paham tentang rumah makan namun karena kemauan dan kerja keras yang membuat saya mencoba untuk memutar balikkan waktu den alam semesta. Ya intinya pengalaman sangat perlu dan memang harus ada sebagai bahan informasi untuk mengedepankan kemampuan dalam berwirausaha.
c. Tempat/lokasi usaha
Sulit sekali menentukan tempat yang dianggap strategis untuk berjualan makanan karena sekarang mahasiswa lebih suka makan di rumah, selain kendala itu tempat juga merupakan tentu atau tidaknya suatu usaha. Bagaimana mungkin tempat yang akan dijadikan sebagai lokasi usaha ternyata sepi penghuni, kan merupakan suatu aset utama bagi seorang pedagang.
d. Keterampilan yang dimiliki
Keterampilan yang dimiliki haus disesuaikan dengan kemampuan untuk meminid usaha tersebut.
Misalkan usaha jualan nasi itu tidak enak karena kita tidak pernah modal usaha. Dan mungkin kendala keterampilan dan yang lainnya merupakan unsur bahwa apa yang diramalkan oleh seorang tokoh politik dunia Roberto Adwin bahwa suatu keberhasilan adalah suatu mimpi yang terwujud melalui suatu kerja keras. Tanpa adanya kerja keras maka usah apapun tidak akan pernah berhasil, meskipun orang mengatakan lain kepada kita.

Inilah kendala yang dapat saya ketahui dari memulai suatu usaha.

BBM

Akhirnya harga BBM dipastikan naik lagi. Kepastian naiknya harga BBM diumumkan Pemerintah melalui Menko Ekonomi Boediono setelah rapat terbatas di Kantor Presiden Senin (5/5) lalu. Menurut Presiden SBY sendiri, tahapan sekarang bukan lagi membahas harga BBM naik atau tidak, tetapi bagaimana imbas kenaikan BBM 20-30 persen terhadap berbagai komoditas, termasuk instrumen untuk melindungi rakyat miskin dan berpenghasilan rendah (Republika, 6/5/). Padahal sehari sebelumnya Presiden SBY sepakat untuk tidak terlalu cepat menaikkan harga BBM. Kebijakan menaikkan BBM adalah langkah terakhir (Kompas, 5/5).
Faktanya, “langkah terakhir” inilah yang justru dengan cepat ditempuh oleh Pemerintah. Alasan utamanya, sebagaimana berkali-kali diungkap Pemerintah, adalah tekanan yang semakin berat terhadap APBN 2008 akibat terus membengkaknya anggaran subsidi BBM sebagai dampak langsung dari terus meroketnya harga BBM di pasaran internasional hingga nyaris menembus US$ 120 perbarel.
Yang amat disesalkan, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM akan diberlakukan justru di tengah-tengah jeritan masyarakat dari berbagai lapisan yang tengah menderita akibat himpitan ekonomi dan beban hidup yang semakin berat. Tidak jarang, bagi yang tipis iman, frustasi hingga bahkan diakhiri dengan aksi bunuh diri menjadi pilihan. Ini sudah banyak terjadi dan diekspos oleh banyak media akhir-akhir ini.
Karena itu, apapun alasannya, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM rata-rata 30% adalah kebijakan yang zalim karena akan semakin menyengsarakan rakyat.
Betulkah Tidak Ada Langkah Lain?
Sebagaimana yang sudah-sudah, ketika krisis ekonomi terjadi, kebijakan menaikkan tarif kebutuhan pokok seperti BBM pada akhirnya selalu menjadi “langkah terakhir” yang menjadi favorit Pemerintah. Dengan menyebut kebijakan menaikkan BBM sebagai “langkah terakhir” Pemerintah seperti berupaya meyakinkan masyarakat, bahwa Pemerintah telah sungguh-sungguh menempuh cara-cara lain di luar “langkah terakhir” tersebut. Padahal jelas masih ada cara atau langkah lain yang bisa ditempuh untuk mengatasi krisis ekonomi ini.
Jika kita memperhatikan struktur pengeluaran APBN, ada tiga kelompok besar yang secara seksama peranannya masing-masing dalam menjaga kesinambungan fiskal, yaitu: (1) pengeluaran Pemerintah pusat (investasi sektoral dan belanja rutin); (2) transfer ke pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi fiskal; (3) pembayaran bunga dan cicilan pokok utang (luar negeri dan dalam negeri).
Karena itu, secara teknis pun, setidaknya ada tiga cara/langkah lain sebelum Pemerintah menempuh langkah menaikkan harga BBM:
Penghematan belanja rutin. Ini sudah dilakukan Pemerintah, yang memotong anggaran untuk kementerian dan lembaga sebagai kompensasi kenaikan subsidi yang berkaitan dengan BBM, termasuk subsidi listrik. Hendaknya penghematan ini juga dilakukan di seluruh daerah.
Memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja, menurut catatan Pemerintah, dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08). Ini jelas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban Pemerintah dan masyarakat.
Penangguhan pembayaran utang luar negeri. Tahun 2008 ini cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai Rp 151,2 triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Penangguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.
Selain itu, menurut Ekonom Dr. Hendri Saparini, Pemerintah bisa mengurangi anggaran subsidi bank rekap yang mencapai puluhan triliun rupiah. Langkah lainnya adalah memotong rantai broker (baik dalam ekspor maupun impor minyak oleh Pertamina) yang sangat merugikan. (al-Wa’ie, No. 92/April/2008).
Akar Persoalan
Jika kita cermati, kebijakan untuk menaikkan harga BBM sesungguhnya terkait dengan rencana lama Pemerintah untuk mengurangi secara bertahap—bahkan menghapus sama sekali—subsidi di bidang energi. Artinya, bisa dikatakan, kenaikan harga BBM di pasar internasional hanyalah “faktor kebetulan” saja, yang kemudian dijadikan momentum oleh Pemerintah. Pasalnya, penghapusan subsidi adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem Kapitalisme. Dalam Kapitalisme, negara sama sekali tidak berkewajiban untuk menjamin kebutuhan publik seperti BBM, listrik, pendidikan atau kesehatan masyarakat. Seluruhnya diserahkan pada mekanisme hukum pasar. Hal ini diperparah sejak krisis yang menimpa Indonesia tahun 1997. Pemerintah Indonesia secara resmi meminta bantuan dan campur tangan IMF dan Bank Dunia dalam mengatasi krisis ekonomi dan moneter. Salah satu tuntutan IMF adalah agar Pemerintah menghapuskan subsidi yang sebelumnya digunakan untuk membantu masyarakat membeli BBM dan mengurangi tarif dasar listrik. IMF berdalih bahwa untuk mengurangi defisit anggaran belanja negara, salah satu cara yang harus dilakukan adalah mengurangi dan menghapuskan subsidi Pemerintah terhadap BBM dan TDL.
Selain itu, yang tak kalah besar dampak buruknya bagi masyarakat, adalah kebijakan Pemerintah untuk melakukan liberalisasi ekonomi, khususnya di sektor energi. Liberalisasi sektor energi tidak hanya di sektor hulu (eksplorasi), tetapi juga di sektor hilir (distribusi dan pemasaran). Pemerintah lewat UU Migas berjanji untuk mengikis habis monopoli di Pertamina. Yang ditawarkan kemudian adalah membuka kesempatan bagi perusahaan swasta lain untuk ikut berkompetisi dalam distribusi dan pemasaran migas. Dengan alasan supaya kompetisi dalam distribusi dan pemasaran bisa ’adil’, lagi-lagi subsidi minyak harus dicabut. Sebab, jika masih ada minyak bersubsidi di pasaran, pemain asing enggan masuk. Ini setidaknya pernah ditegaskan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, ”Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi Pemerintah. Sebab, kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14/5/03).
Sepintas ide ini cukup menarik. Namun, ancaman di balik itu sungguh sangat mengerikan. Saat ini yang paling siap untuk berkompetisi adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Karena mereka yang paling siap, maka merekalah yang akan merebut pangsa pasar distribusi dan pemasaran migas di Indonesia.
Menurut Dirjen Migas Dept. ESDM, Iin Arifin Takhyan, saat ini terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika).
Dikeluarkannya Undang-Undang Minyak dan Gas Nomor 22 Tahun 2001 bisa mengancam keamanan pasokan BBM di dalam negeri karena memperbolehkan perusahaan minyak yang menjadi kontraktor bagi hasil (KPS) di Indonesia untuk menjual sendiri minyaknya. Pasalnya, jika terjadi penurunan produksi di dalam negeri, bisa saja mereka tetap menjual minyak mereka ke luar negeri. Kilang-kilang Indonesia juga terancam tidak mendapatkan minyak mentah saat liberalisasi Migas dimulai tahun 2005. Alasannya, biaya produksi minyak di dalam negeri yang rata-rata 3 dolar AS dinilai terlalu mahal, sementara di luar negeri lebih rendah.
Adapun di sektor hulu, di Indonesia saat ini ada 60 perusahaan kontraktor; 5 (lima) di antaranya masuk kategori super majors yaitu, Exxon Mobil, Chevron, Shell, Total Fina Elf, Bp Amoco Arco, dan Texaco; selebihnya masuk kategori majors yaitu, Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex, Japex, dan perusahaan kontraktor independen. Dari 160 area kerja (working area) yang ada, super majors menguasai cadangan masing-masing minyak 70% dan gas 80%. Adapun yang termasuk kategori majors menguasai cadangan masing-masing, minyak sebesar 18% dan gas sebesar 15%. Perusahaan-perusahaan yang masuk kategori independen, menguasai minyak sebesar 12% dan gas 5%.
Jumlah produksi Indonesia pertahun




Tahun Produksi Konsumsi Ekspor Impor
2008 84,822,501.00 76,714,500.00 29,623,200.00 23,224,200.00
2007 347,493,172.00 321,302,814.00 127,134,792.00 110,448,506.36
2006 359,289,337.00 349,845,435.00 111,172,003.15 113,545,934.13
2005 385,497,959.00 357,493,997.00 156,766,006.00 120,159,324.81
2004 400,486,234.00 375,494,636.00 180,234,938.00 148,489,589.13
2003 415,814,157.00 373,190,759.00 211,195,794.52 129,761,738.00
2002 455,738,915.00 358,806,832.00 216,901,729.00 121,269,175.75
2001 489,849,297.00 375,668,315.00 239,947,960.00 118,361,896.69
2000 517,415,696.00 383,955,955.00 225,840,000.00 79,206,903.00
Sumber data: http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/
Solusi yang dapat diambil agar BBM tidak naik
1 Penghematan belanja negara hingga 20 persen, mulai dari kantor kepresidenan, DPR, kementerian, dan lembaga negara lain. Dari sini minimal Rp 20 triliun bisa dihemat.
2 Pembayaran angsuran utang harus dijadwalkan kembali, bahkan pembayaran bunga (riba) utang yang ternyata memakan porsi yang cukup besar tidak harus dibayar. Dalam APBN tahun 2008 ini cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai Rp 151,2 triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Renegosiasi pembayaran bunga dan atau pokok utang luar negeri harus dilakukan. Untuk membayar bunga saja sekitar Rp 94 triliun (lebih dari 10 miliar dolar AS).
3 Memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja, dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08).
4 Pajak progresif terhadap komoditas yang booming, seperti minyak, gas, batubara, tembaga, dan perkebunan. Tax rate-nya dinaikkan sejalan dengan naiknya harga. Jika tax rate atas minyak ditetapkan 50 persen, penerimaan pajak bisa naik minimal Rp 9 triliun. Bila 60 persen, naiknya Rp 15 triliun (Drajat Wibowo, (Republika, 7/5).
5 Memangkas perantara yang ada dalam ekspor dan impor minyak. Perantara ini cuma calo, berbasis di Singapura, dan mengambil margin minimal 0,5-1,0 dolar AS per barel (Drajat Wibowo, (Republika, 7/5).
6 Lindung nilai (hedging) harga minyak dapat menghemat sedikitnya Rp 55,2 triliun. Jika realisasi harga minyak 115 dolar AS per barel dan hedging beli di harga 95 dolar AS, terdapat selisih 20 dolar AS. Dengan mengalikan selisih 20 dolar AS terhadap konsumsi BBM 35,5 juta kiloliter, ada potensi penerimaan Rp 44,59 triliun (Sunarsip, (Republika, 7/5).
7 Menekan besaran alpha (margin distribusi BBM) pendistribusian BBM bersubsidi ke Pertamina dari 9 persen menjadi 5 persen. Subsidi yang bisa dihemat dari penurunan alpha Rp 9,534 triliun (Agung Pri Rakhmanto, (Republika, 7/5).
8 Pengembalian dana BLBI sebesar 225 triliun dari sejumlah konglomerat hitam.
9 Pemerintah harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya alam (migas, emas, batubara, dan lainnya) yang sangat melimpah itu, yang hakikatnya adalah milik seluruh rakyat. Maka, sumber daya alam tersebut harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan justru menjual atau menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, baik asing maupun domestik.
Akibat yang ditimbulkan dari kenaikkan harga BBM tiada lain adalah menambah jumlah pengangguran, sekarang jumlah pengangguran bertambah sekitar 95.995 orang dengan angka kemiskinan naik sekitar 14,15 persen, inflasi dari 6,5 persen menjadi 12,2 persen. Dengan angka yang sangat tidak signifikan ini apakah Pemerintah menganggap berhasil dana Bantuan Langsung Tunai (BLT)??? Dengan Rp 100.000,- perbulan yang kalau diakumulasikan berarti perhari sekitar Rp 3.000,- apakah dengan uang sebesar Rp 3.000,- perhari ini rakyat akan menjadi sejahtera, apakah rakyat akan makmur??? Dimana hati Pemerintah kita? Kebijakan menaikkan harga BBM sekali lagi adalah kebijakan yang sangat keliru, dan bahkan dapat dikatakan adalah kebijakan yang menzalimi rakyat. Penderitaan rakyat apakah telah sampai pada batas akhirnya? Jika kita melihat lebih jauh maka yang dilakukan Pemerintah itu sungguh tidak berpihak kepada rakyat tapi koorporasi asing. Karena dengan menaikkan harga BBM berarti kita telah menyumbangkan sebagian besar kekayaan alam kita untuk asing alasannya karena yang banyak memegang sumber daya migas kita adalah asing jadi ketika menaikkan harga BBM berarti sama dengan membantu mereka menjual minyak di negeri kita dengan harga yang mahal berarti Pemerintah dapat dikatakan orang yang telah dibodohi, karena mau menuruti perintah asing ketimbang memikirkan 220 juta penduduknya sendiri. presiden dan wapres merasa tidak bisa diturunkan karena dipilih langsung oleh rakyat, dan DPR diam. Teori check dan balances hanyalah omong kosong.
Akibat lain dari kenaikkan harga BBM : Ribuan buruh Jatim tuntut kenaikan UMR, empat fraksi DPRD Indramayu tolak BLT, seluruh jurusan terminal Surabaya mogok. Bank dunia menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil mereformasi anggaran dan mengarahkan ekonomi ke jalan yang benar (MetroTV, 26/5/08, pk 11.20)
KOM: Ini tunjukan bahwa kenaikan BBM: (1) tidak pro rakyat, (2) intervensi Bank Dunia (BD). Hal ini dipertegas oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsi yang mengatakan kebijakan pemerintah menaikan BBM adalah rekomendasi Bank Dunia (TVone, 26/5/08), (3) pemerintah telah menjadi budak asing.
Ini adalah kutipan pernyataan wakil presiden kita
Wapres JK meminta penerima BLT memberikan penjelasan kepada para demonstran bahwa kenaikan BBM lebih enak: “Tolong yang marah-marah itu bilangin. Lebih enak begini (harga BBM naik dan BLT dibagi) daripada BBM murah)” (KOMPAS, 25/5).

Sarli

PAHLAWAN DAN GLOBALISASI


10 Nopember merupakan hari yang seharusnya di tiru oleh pemimpin negeri ini, dimana para pejuang kemerdekaan dengan gagah maju ke medan perang demi membela negara. Tak ada kata takut di benak mereka, yang bisa menghentikan para pejuang untuk maju ke medan perang hanyalah “kemenangan atau kematian”.
Tapi sekarang penerus perjuangan itu kini telah pudar, sepertinya semangat perjuangan yang dulu pernah dicontohkan oleh para pejuang kemerdekaan dulu tidak membekas sedikit pun pada generasi muda dan para pemimpin kita. Arah perjuangan kini telah berubah menjadi 3600 ke arah yang lebih fanatik pada globalisasi.
Di hari perjuangan ini sepertinya semangat generasi muda untuk membangun bangsa ini kini telah rapuh, Reformasi seperti tidak memberi arti kepada generasi muda.
The Lost Of Generation itulah yang terjadi di Indonesia, semangat generasi muda lebih cenderung ke arah yang negatif, bukan ke arah perubahan untuk membangun bangsa dan negaranya yang kian keropos.
Di sana-sini banyak diberitakan tentang kenakalan remaja, terlibat pergaulan bebas, minuman keras, mengonsumsi obat-obatan terlarang, perkelahian antar pelajar dan antar mahasiswa pun tidak jarang kita dengar, hampir setiap saat selalu ada saja pelajar atau mahasiswa yang tauran. Sungguh aneh jika kita lihat, semangat yang sangat menggebu-gebu ketika para pahlawan mengangkat senjata mereka, semangat ketika Amien Rais menyuarakan Reformasi, dan semangat ketika Hasanudin HM menyuarakan untuk menjadi bangsa Indonesia bukan bangsa asing pun kini telah berubah.
Hilangnya generasi muda yang tangguh ini tidak lepas dari beberapa segi; Pertama, lingkungan; Kedua, pola hidup; Ketiga, jiwa dan rasa kebersamaan yang telah luntur.
Secara geris besar memang lingkunganlah yang berperan aktif untuk merubah generasi muda, tapi sekarang lingkungan pun sudah tercemar dengan globalisasi. Masyarakat khususnya generasi muda kini telah terjangkit virus berbahaya yakni globalisasi, globalisasi bukan hanya sekedar menyerang generasi muda saja tetapi telah menjalar ke birokrat-birokrat pemerintahan. Banyak sumber daya alam yang sepertinya digadaikan oleh penentu kebijakan di negeri ini seperti Sofyan Djalil yang sudah sembrono memprivatisasi BUMN.
Indonesia terancam, dari beberapa segi kita sudah melihat betapa Indonesia kian terpuruk; pembalakan liar yang kian merugikan negara miliaran Rupiah kini terjadi dimana-mana, keserakahan eksploitasi minyak dari koporasi yang secara legal menguras kekayaan alam kita. Sementara itu, pembagian keuntungan juga tidak seimbang, inilah hasil dari sebuah globalisasi.
Globalisasi telah merenggut nyawa bangsa ini, bukan hanya generasi muda saja yang diracuni virus globalisasi tetapi negara ini pun telah menjadi sarang tumbuh dan berkembangnya globalisasi. Indonesia kian terdikte ole asing, setiap keputusan yang diambil Indonesia selalu saja ada campur tangan asing, seperti masalah eksekusi mati Amrozi Cs yang dimotori oleh Australia, kasus Ahmadiah yang didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris. Negeri ini seperti milik asing saja, karena semua keputusan yang diambil bukan untuk rakyat tetapi untuk kepentingan asing dan sekutunya. Undang-undang yang dibuat untuk mensejahterakan asing bukan rakyat. Kian banyak undang-undang yang malah menyudutkan rakyat seperti UU Migas, UU Penanaman Modal dll, yang telah dimanfaatkan asing untuk mengeruk segala sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia seharusnya memiliki keberanian untuk melawan bangsa Imperialisme penjajah. Seperti yang telah dilakukan pemimpin (Iran) Ahmadinejad, (Bolivia) Evo Morales, (Ekuador) Mahmoud Correa, dan (Venezuela) Hugo Chavez yang dengan lantang berani menentang imperialisme ekonomi AS dan mengusir perusahaan multinasional (MNC) yang setiap saat menghisap SDA bangsa mereka.
Kinilah saatnya kita bercermin pada keberanian para pahlawan yang telah rela mengorbankan segala harta dan jiwa mereka demi bangsa Indonesia, mereka sanggup gugur di medan tempur agar Indonesia tidak menjadi bangsa Asing.
Di hari pahlawan ini, semoga semangat yang dulu pernah di miliki para pahlawan untuk mengusir asing kini merasuk ke jiwa generasi muda dan para pemimpin di negeri ini untuk sesegera mungkin mengusir imperialisme asing penjajah yang acap kali menyudutkan penduduk di negeri ini dengan keganasan globalisasi mereka.
Dengan semangat pahlawan ini lah mari kita kibarkan bendera kemerdekaan dan menjadi bangsa yang mandiri tanpa bantuan asing yang sifatnya hanya penjajah.

KRISIS MULTI DIMENSI DAN KRISIS PEMIMPIN
(refleksi 100 Kebangkitan Nasional dan 10 Reformasi)


Indonesia, yang mengalami lumpuh total akibat terserang penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral pun juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
Negeri yang dulu pernah menjadi swasembada beras kini telah menjadi negeri yang kering dan tandus setelah menjadi negara Indonesia. Negeri yang dulu pernah menjadi pengekspor tenaga kerja profesional ke luar negeri kini telah menjadi negeri pengekspor buruh. Yang menjadi PR kita semua adalah, apakah pendidikan di Indonesia hanya mampu mencetak mental-mental buruh?
Yang lebih memilukan lagi mental rakyat di negeri ini lebih senang menjadi buruh ketimbang menjadi pemilik usaha. Bukan hanya di luar negeri di dalam negeri pun penduduk pribumi ini tetap menjadi buruh.
Kalau di hitung dari sabang sampai merauke kekayaan alam kita sangat melimpah ruah bahkan untuk PT freeport saja mampu untuk membangun AS yang lebih baik dari AS sekarang. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kemana semua kekayaan alam kita? Kenapa kita menjadi buruh? Kenapa rakyat Indonesia banyak yang miskin? Kenapa setiap tahunnya selalu ada saja peningkatan jumlah pengguguran padahal sumber laut kita melimpah, tambang kita banyak, dan serentetan kekayaan alam lainnya yang sampai saat ini dikeruk orang lain. Dimana kita saat kapal batu bara melintasi laut kalimantan? Dimana pemerintah kita saat kapal pengangkut emas di Papua mengangkut kekayaan alam miliki kita? Kenapa BBM kita naik padahal stok minyak mentah kita banyak? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang hingga saat ini tidak bisa dijawab oleh penguasa kita?
Padahal di Gedung-gedung pemerintahan kita banyak sekali pejabat nya, mungkin kalau ditulis di kertas putih tentu tidak akan cukup kalau hanya 100 lembar kertas, bahkan untuk menulis nama-nama mereka saja mungkin tidak akan cukup dengan hanya satu pulpen saja. Tapi apa kerja mereka, mobil mewah, rumah mewah, makanan mewah, pakaian mewah, dan serba mewah lainnya yang kita berikan sepertinya tidak cukup untuk fasilitas mereka hingga mereka harus ‘merampok’ rakyat lagi dengan kekuasaan mereka (korupsi, suap-menyuap dan berbagai macam niputisme lainnya).
Kalau kita berkaca dari Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin, dia sanggup merelakan anaknya menangis karena ingin membeli baju dari pada memakan uang yang bukan haknya. Umar lebih rela tinggal dibawah gubuk dari melihat rakyat yang tinggal dibawah gubuk padahal dia adalah seorang penguasa pada saat itu. Bahkan Umar sanggup mengangkat beras sendiri untuk memberi makan rakyatnya dan memasak nya dengan tangan nya sendiri.
Inilah salah satu sosok pemimpin yang dirindukan rakyat hingga saat ini. Ketidak percayaan rakyat terhadap partai-partai politik sekarang sangat beralasan, sebabnya sudah 100 tahun hari kebangkitan nasional dan bahkan sudah 63 tahun kita merdeka ditambah lagi dengan 10 Reformasi, keadaan kita masih seperti ini bahkan lebih buruk dari yang dulu. Berarti pemilu yang sudah-sudah tidak menghasilkan apa-apa kecuali penderitaan rakyat, bahkan pemilu 2004 yang lalu yang telah mengantarkan SBY-JK menjadi seorang pemimpin yang dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis pun sama saja hasilnya. Lalu mungkinkah kita akan berharap pada pemilu yang akan datang, sampai kapan kita akan berharap pada pemilu?
Saatnya Indonesia melawan, bangkit untuk mandiri dan bersatu melawan Imperialisme penjajah, menasionalisasikan semua aset-aset kita, mengembalikan hak-hak rakyat yang dirampas. Sebagaimana yang telah di lakukan India dan Cina, India dan Cina bukan hanya menguasai ilmu dan teknologi tetapi sudah menguasai ilmu antariksa jangan ditanya apakah mereka mampu menguasai swasembada beras.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia sudah seharusnya menampakkan diri sebagai “macan” Asia. Lihatlah keberanian pemimpin dunia macam Evo Morales (Bolivia), Hugo Chavez (Venezuela), Rafael Correa (Ekuador), atau Mahmoud Ahmadinejad (Iran) yang dengan gagah berani menentang Imperialisme ekonomi AS dengan menasionalisasikan aset-aset strategisnya dan mengusir perusahaan multinasional yang menggerogoti SDM bangsa mereka. Wallahu a’alam bi ash-shawab

Kamis, 06 November 2008

Indonesia


63 Tahun Hari Kemerdekaan RI Sama Dengan
63 Tahun Penjajahan Terhadap Rakyat Indonesia

Allah yang Maha Pemurah telah berkenaan memberikan sebuah Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Namun, kini sebutan itu tak berlaku lagi. Indonesia yang dulunya kaya-raya telah berubah menjadi miskin. Kemiskinan ini terjadi dimana-mana. BANK Dunia menyebut angka lebih dari 100 juta orang Indonesia miskin. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan pokokpun kita harus mengimpor dari luar negeri. Dengan iklim tropis yang sangat menguntungkan, dan yang lebih penting lagi, telah dianugerahkannya lebih dari 90% jumlah penduduk muslim. Akan tetapi, ke mana hilangnya berkah dari Dienul Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu?
Indonesia termasuk Negara yang mengalami kesulitan perekonomian akibat program utang luar negeri arahan IMF dan BANK Dunia yang mencapai 142 miliyar dolar AS melonjak dari 53 miliyar dolar AS tahun 1997. Sebelum krisis (Mei 1997), bahkan saat rakyat menghadapi krisis ekonomi pada pertengahan 1997, Pemerintah justru mengucurkan dana yang sangat besar kepada para konglomerat. Pemerintah melalui Dewan Moneter memutuskan agar Bank Indonesia membantu likuiditas bank-bank yang kolaps karena krisis tersebut. Dikucurkanlah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 144,5 triliun, ditambah Rp 14,447 triliun per 29 Januari 1999, sehingga totalnya menjadi Rp 158,9 triliun. Jumlah ini luar biasa besar sehingga negara harus meminta rakyat untuk memikul masalah bank-bank itu, hingga kini rakyat Indonesia masih diselimuti kemiskinan bahkan 14,8-15 persen angka kemiskinan Indonesia dengan jumlah pengangguran 95.995 orang lebih.
Mantan Menteri Keuangan era Orde baru Fuad Bawazier mengatakan, 40 tahun lalu pendapatan perkapita penduduk Indonesia setara dengan negara-negara seperti Korea Selatan, Malaysia, Thailand, bahkan Cina. Malah Indonesia memiliki kelebihan dalam hal sumberdaya alam. Kini negara-negara yang miskin kekayaan alam itu sudah jauh meninggalkan Indonesia. “Padahal kita lebih semuanya dari mereka. Jadi, kalau mereka semua mampu dalam kondisi yang baik maka seharusnya kita pun bisa.
Indikasi bangkrutnya negeri ini mulai terlihat dari defisit APBN 2001 yang mencapai Rp 80 trilyun dan jatuh tempo utang luar negeri sebesar 2,8 milyar dolar AS Mei 2001. Sementara itu, pemerintah benar-benar tidak punya uang dan langkah penyelamatan digelar mulai dari ekstensifikasi pajak, penjualan aset yang ditahan BPPN hingga ke pencabutan subsidi BBM yang semua itu menyebabkan rakyat bertambah sengsara.
Akhirnya, utang pun dibayar dengan cara meminjam lagi sehingga kita terjerat utang, sedangkan aliran dana yang menuju negara kapitalis semakin besar dan negara pengutang terjerat dalam proses pemiskinan terencana dan sistematis sehingga mereka dapat mengeruk sumber daya alam kita sebesar-besarnya.
Utang luar negeri hakikatnya adalah penjajahan Barat yang dimodernisasi yang menghisap tenaga dan sumber daya alam kita yang kaya raya. Krisis utang ini membawa keruntuhan sistem ekonomi kita, kekacauan politik, kebobrokan moral budaya masyarakat karena pemerintah ditekan dan didikte pihak luar. Pencairan utang luar negeri selalu dikaitkan dengan perkara-perkara yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi, seperti HAM, Demokrasi, Liberalisasi, dan sejenisnya yang merusak akidah dan akhlak di Negeri ini.
Politik ekonomi yang dijalankan Barat untuk mendominasi kita merupakan ciri sistem ekonomi kapitalis berupa penjajahan dan eksploitasi karena mereka tidak mampu bertahan hidup tanpa penjajahan ekonomi ini. Imperialisme Barat terhadap negara-negara dunia ketiga ini semakin kuat dengan dilegalisasikannya peraturan ekonomi dan perdagangan internasional yang dirancang mereka melalui Mafia Berkeley yang bertengger dipemerintahan.
Jelaslah kita kaum muslimin harus kembali ke sistem ekonomi Islam dengan menghilangkan ketergantungan terhadap uang dana luar negeri dengan cara membayar utang kita tanpa bunga karena bunga jelaslah haram hukumnya setelah itu memutuskan hubungan dengan IMF, BANK Dunia dan lembaga internasional lainnya yang menghisap negara ini, serta membuang jauh para Komprador (Mafia Berkeley) asing di Pemerintahan kita. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Senin, 03 November 2008

Kamis, 23 Oktober 2008

MENCEGAH BUDAYA KORUPSI

MENCEGAH BUDAYA KORUPSI
Indonesia memang ‘surga’ para koruptor. Entah mengapa, tindakan haram korupsi seolah-olah telah menjadi ‘kebiasaan’ sebagian pejabat kita. Koruptor sudah merajalela. Menurut Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Syamsa Ardisasmita, berbeda dengan penanganan kasus korupsi sebelumnya pada tahun 1999-2004, kasus korupsi lebih banyak terjadi di DPRD. Tercatat ada 23 kasus korupsi di KPK yang melibatkan anggota DPRD di berbagai provinsi.
Lebih mengerikan lagi, aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi ‘pemburu’ koruptor, justru menjadi ‘backing’ koruptor. Terbukti terungkapnya kasus Kejaksaan Agung dengan Artalyta.
Yang lebih mengerikan lagi sekarang korupsi di lakukan secara ber jamaah, dan telah merambat di setiap bidang pemerintahan mulai dari Aparat Keamanan melalui kasus suap-menyuap dan kasus tilang yang uangnya hanya masuk kantong para aparat keamanan setempat, Aparat Hukum, Ranah Pemerintahan yang menjadi tempat nomor satu merajalelanya kasus korupsi, bahkan kini sudah merambat hingga dunia Pendidikan yang dilakukan oleh birokratnya sampai para pendidik yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi anak-anak bangsa ini.
Korupsi tidak jauh beda dengan kasus penipuan dan perampasan secara paksa hanya saja bahasa lebih keren karena di lakukan oleh kalangan ‘berdasi’ dan kalangan ‘intelektual’. Sekarang lewat pemerintahan SBY-JK kasus korupsi seakan-akan di tangani dengan serius, rakyat pun terpedaya.
Penanganan kasus korupsi sangat berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya meskipun di depan mata kita aparat kelihatan tegas padahal tidak jarang dari para terpidana kasus korupsi yang mendapatkan fasilitas yang lebih baik dari pada kasus-kasus yang lainnya bahkan mendapatkan bantuan hukum, meskipun kasus yang dia lakukan sudah sangat jelas di mata publik. Maka oleh sebab itulah kasus korupsi tidak pernah kunjung tuntas di negeri ini. Meski pun KPK berusaha dengan keras agar di setiap sudut kota di negeri ini di tuliskan Awas Bahaya Laten Korupsi, tidak akan pernah menghentikan korupsi.
Jika dilihat lebih dalam, ada dua hal yang mendasari terjadi nya korupsi. Pertama, mental aparat yang bobrok dikarenakan tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya sangat besar: Azab neraka.
Kedua: kerusakan sistem politik dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberi banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk ‘beramai-ramai’ melakukan korupsi. Peraturan undang-undang korupsi yang ada justru di indikasi ‘mempermudah’ timbulnya budaya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa.
Mahalnya biaya politik ‘Kampanye’ ini memicu para gubernur, bupati, walikota bahkan bisa jadi presiden akan bekerja keras untuk ‘mengembalikan’ modal politiknya yang selama kampanye telah dikeluarkan. Bukan hanya modalnya, ‘keuntungan pun’ tentu akan di buru juga. Jika sudah demikian, para pejabat publik secara umum akan sangat kecil kemungkinannya memikirkan kesejahteraan rakyat. Mereka hanya akan memikirkan bagaimana mengembalikan modal dan keuntungan politik berikut modal tambahan untuk maju ke pentas pemilihan kepala daerah ataupun presiden berikutnya.
Jadi tidak salah jika ada yang mengatakan sistem politik dan pemerintahan yang ada saat ini memang telah memacu percepatan terjadinya korupsi.
Lalu apakah kita akan percaya dengan pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2009 ini, mampukah pemilu nanti menghasilkan Pemimpin-pemimpin sejati seperti yang diharapkan yang akan membawa rakyat Indonesia kearah yang lebih baik. Jawab nya tidak. Pemilu hanya akan menghasilkan para koruptor yang tidak berperikemanusiaan, inilah dunia Demokrasi yang hanya akan membuat hukum menjadi mandul dan aparat yang bermental lemah.
Bukankah sudah terlihat begitu nyata, bahwa kerusakan telah merajalela dalam sistem dan orang (pejabat negara)? Kerusakan inilah yang kemudian memacu terjadinya korupsi, yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Jika sistem dan orangnya saat ini telah terbukti menyengsarakan rakyat, apakah kita akan membiarkan sistem dan orangnya tetap memimpin negeri ini? Bukankah sudah saatnya kita menggantinya dengan sistem dan orang yang baik, sistem Islam dalam bingkai Pemerintahan Islam serta orang-orang yang berkepribadian Islami yang senantiasa memegang amanah? Bukankah saatnya Indonesia kita berubah menjadi lebih baik.
Untuk menghentikan Budaya Korupsi di perlukan sistem Islam bukan keberanian. Oleh sebab itu, langkah paling awal, seluruh konsepsi syariah yang dibutuhkan untuk mewujudkan kebangkitan akidah, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pendidikan, sanksi hukum, hukum pembuktian, politik luar negeri, dan sebagainya harus dirumuskan dan disiapkan dengan matang dan mendalam.
Ketika konsepsi syariah itu telah siap, agar umat berhasil dihimpun berlandaskan konsepsi itu, maka harus ada orang-orang yang secara terorganisasi melakukan kontak dinamis dengan umat untuk mensosialisasikan fikrah (konsepsi syariah) kepada mereka.
Momentum sekarang ini sangat pas kita jadikan momentum untuk membulatkan tekad guna berjuang sekuat tenaga mewujudkan kebangkitan umat Islam. hanya satu jalan untuk itu, yaitu dengan mengemban dan menerapkan akidah Islam dan sistem yang terpancar darinya dalam bingkai Pemerintahan Islam. Umat Islam khususnya dan umat manusia sedunia umumnya sejatinya tengah menunggu peran kita. Wallahu a’lam bi ashshawab.

Selasa, 21 Oktober 2008

Indonesia, Negeri yang Selalu Kalah

Indonesia, Negeri Yang Selalu Kalah

Demokrasi, Reformasi, Globalisasi, Swastanisasi, Privatisasi selalu saja dikaitkan dengan masalah bangsa ini, padahal tidak ada kaitannya sama sekali antara demokrasi dengan kemiskinan, globalisasi dan lain sebagainya. Yang menjadi titik pangkal dari masalah bangsa ini bukanlah karena bangsa ini tidak demokrasi dan lain sebagainya, padahal justru sebaliknya demokrasi lah yang membuka lubang persoalan bangsa ini.
Masalah utama negeri utopia ini bukanlah karena tidak diterapkannya sistem demokrasi dan reformasi atau tidak adanya globalisasi serta tidak ada swastanisasi, hal-hal yang disebut di atas sebenarnya bukan masalah terpenting, justru dengan adanya sistem-sistem sekuler di ataslah bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal, menjadi bangsa yang kerdil yang hanya bisa menghamba kepada barat. Sehingga bangsa ini menjadi negara yang ter korup sedunia. Dengan korupsi yang memakan sampai 30% dari anggaran total negara (apakah ini termasuk semua "markup biaya" dan gaji-gaji pegawai negeri yang tidak-produktif), dan alokasi anggaran negara untuk pendidikan yang kurang dari….?
Di negara kaya, seperti Indonesia, pendidikan sampai tamat sekolah menengah seharusnya gratis (biayanya dari pemerintah). Pendidikan adalah hal yang paling penting di negara yang sedang berkembang. Kalau sumber alam di kelola dengan baik, dan dengan tanah yang subur di mana-mana, seharusnya negara ini termasuk yang paling kaya di Asia Tenggara. Tetapi kalau kita melihat hal pendidikan, masyarakat terus meminta beasiswa dan biaya pendidikan seperti pengemis di pinggir jalan.
Pada waktu tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia dan Malaysia tidak begitu berbeda dan beberapa guru dari Indonesia dibawa ke Malaysia untuk membantu. Sekarang pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia tidak maju dan sekarang biaya pendidikan yang bermutu rendah saja sudah mulai menjadi di luar jangkauan kebanyakan masyarakat di Indonesia. Ditambah lagi mutu pendidikan sangat tertinggal, di negara-negara ASEAN saja mutu pendidikan Indonesia sudah jauh tertinggal bahkan berada di urutan terakhir setelah Vietnam, padahal kalau kita lihat Vietnam hanyalah sebuah negara kecil yang baru merdeka jauh sebelum Indonesia merdeka. Tetapi justru negara yang sempat dikatakan sebagai macan Asia ini menjadi negara yang miskin, bahkan Husian Matla dalam bukunya Antara Ekonomi Budak dan Ekonomi Orang Merdeka mengibaratkan bangsa Indonesia sebagai negara yang miskin yang membiayai negara yang jompo.
Hal itulah yang terjadi sekarang, kekayaan alam bangsa ini terus saja dirampok oleh bangsa asing dengan sangat leluasa nya, penguasa kita hanya berdiam diri dan bahkan membiarkan Ibu Pertiwi ini di Perkosa oleh bangsa asing (dicuri sumber daya alamnya). Dan yang lebih aneh lagi munculnya undang-undang yang seakan-akan membantu asing untuk merampok kekayaan alam ini seperti undang-undang Penanaman Modal, undang-undang Migas, undang-undang sumber daya alam, undang-undang Kelistrikan dan lain sebagainya, serta memprivatisasi BUMN.
Kita dapat membahas soal-soal yang lain tetapi kita tidak dapat berharap akan ada kemajuan yang signifikan sampai pendidikan mendapat alokasi paling sedikit 25% dari anggaran negara.
Penderitaan rakyat ini sudah cukup banyak mulai dari masalah kelaparan sampai masalah tidak adanya jaminan kesejahteraan (pendidikan mahal, biaya kesehatan yang mahal, bahan pokok mahal serta keamanan yang seakan-akan hanya milik orang yang kaya dan konglomerat saja). Negara ini seperti negara yang tak ber penghuni, setiap saat dirampok asing tetapi sepertinya tidak ada tanggapan dari penduduk bangsa ini.
Kenyataan yang ironis, kaum miskin tetaplah miskin, pendidikan tetaplah hanya untuk orang-orang yang kaya, kaum miskin cukuplah hanya isapan jempol. Akses kesehatan hanya dinikmati orang kaya. Dan orang miskin selalu "dilarang sekolah" dan "dilarang sakit".
Sampai kapan semua ini akan berakhir? Yang lain sudah maju sedangkan kita bukannya berjalan di tempat tetapi malah jalan mundur, demokrasi dan reformasi yang dijanjikan hanya kebohongan belaka, sampai saat ini sudah 10 tahun reformasi, negara ini bukannya berjalan maju tetapi malah berjalan mundur. Yang dulunya mengekspor beras ke negara Vietnam kini justru malah mengimpor beras dari negara Vietnam. Apakah Kerajaan Majapahit yang dulu pernah menjadi swasembada beras kini setelah menjadi negara Indonesia telah hilang kesuburannya, dan apakah Sam yang dulu tandus kini setelah menjadi negara Vietnam menjadi subur.
Hingga saat ini krisis di segala segi masih mencengkram negeri kita. Ia seolah penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral pun juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
10 tahun sudah kebohongan reformasi telah menyelimuti kita semua, serta telah berpuluh-puluh tahun sudah demokrasi telah membuka lebar lubang penderitaan rakyat bangsa ini. Tidakkah kita mencoba menengok sistem yang dulu pernah berjaya berabad-abad, yang telah terbukti menghasilkan ilmuan-ilmuan handal seperti Ibnu Sina dan lain-lain. Yang telah mampu mensejahterakan 2 per 3 bagian bumi ini, dan yang telah melerai peperangan di muka bumi.
Hanya dengan menerapkan aturan Islamlah bangsa ini akan berjaya, tanpa itu semua negara ini akan selalu menjadi bahan olok-olokan bangsa di dunia. Dan berjuta-juta rakyatnya akan selalu menjadi penghamba. Sudah saatnyalah kita semua meninggalkan kebohongan ini, yang terus saja telah menghisap darah serta menggerogoti kulit-kulit rakyat bangsa ini. Setiap undang-undang yang dibuat oleh penguasa selalu saja tidak berpihak kepada rakyat tetapi justru berpihak kepada penguasa dan pengusaha.

Revolusi Mahasiswa Di Era Reformasi

REVOLUSI MAHASISWA DI ERA REFORMASI
Munculnya opini saat nya yang muda yang memimpin di akhir-akhir ini telah membuat mahasiswa banyak yang terlena akan janji-janji palsu itu. Selegon-selogan itu sering kali dikeluarkan oleh elit politik (parpol) untuk menarik minat mahasiswa. Sehingga mahasiswa pun larut dalam janji-janji itu.
Benarkah yang muda yang harus memimpin? Siapapun yang menjadi pemimpin negeri ini tidak akan pernah membawa perubahan yang lebih baik, walaupun yang muda sekalipun karena persoalan bangsa ini bukan persoalan personil tetapi sistem yang mengatur roda pemerintahan ini. Sistem kapitalis sekuler yang dengan ganas telah merusak tatanan kehidupan bangsa ini sehingga rakyat nya sudah tak mampu lagi berpikir tentang hidup, alam semesta dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya. Kalau manusia ingin bangkit maka harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini untuk diganti dengan pemikiran lain yakni Islam sebagai ‘mabda’ idiologi.
Hingga saat ini krisis di segala segi masih mencengkram negeri kita. Ia seolah penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter yang dalam bahasa ngetrennya biasa kita sebut “krismon”.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
Lalu siapa yang akan membawa perubahan itu? Perubahan yang lebih baik untuk bangsa kita tercinta ini, apakah yang muda ataukah mahasiswa?
Mahasiswa UI rela mati saat menentang kenaikkan harga BBM, mahasiswa Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, dan sejuta mahasiswa lainnya yang telah rela mengorbankan segalanya demi membela rakyat. Lalu mana yang muda?
Suara siapa yang masih bergema diantara hujan deras, di panasnya terik matahari, suara siapa yang masih bergema diantara sempitnya jalan perkotaan, suara siapa yang bergema ketika semau orang terluka, ketika semua orang sudah tidak mementingkan sanak saudaranya. Mahasiswalah yang telah menjadi pelopor perubahan itu. Kinilah saatnya mahasiswa berevolusi untuk memimpin perubahan ini bukan yang muda, kalimat yang muda hanya kalimat yang meracuni ribuan dan bahkan jutaan mahasiswa di Indonesia, kalimat yang hanya membubuhkan janji-janji palsu untuk mencari dukungan di kalangan mahasiswa.
Saatnyalah mahasiswa yang memimpin negeri ini, tingkat pendidikan bukan suatu jaminan untuk membawa bangsa ini lebih maju, presiden kedua kita saja hanya lulusan SD saja tetapi mampu memimpin negeri ini selama kurang lebih 35 tahun.
Kontribusi yang diberikan para pemimpin kita saat ini untuk bangsa selain meninggalkan luka bagi rakyat yang selama 63 tahun masih dalam keadaan terjajah. Belanda telah berakhir, Jepang pun memang telah berakhir tetapi IMF, BANK Dunia dan sederet lembaga luar negeri lainnya yang telah menjajah anak bangsa ini.
Negeri yang kaya raya seharusnya menjadikan anak bangsa ini cerdas, rakyatnya sejahtera, pembangunan dimana-mana, keadilan, kesehatan, dan keamanan setiap orang terjamin tanpa memandang status, harkat dan martabatnya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya anak bangsa ini terancam kebodohan dan kemiskinan, ditambah lagi sederet penderitaan yang lain seperti kesehatan rakyat miskin yang tergadai kan seakan-akan yang miskin dilarang sakit. Orang miskin seperti tidak layak hidup dimuka bumi ini, pendidikan, kesehatan, keamanan dan kesejahteraan mereka seperti tidak berarti dimana pemerintah. Mana tanggung jawab mereka terhadap rakyat?
Pemilu 2009 tidak lebih hanya melahirkan pemimpin-pemimpin yang korup penghisap darah rakyat. Sejuta fenomena telah terjadi, tinggal menunggu siapa yang akan menjadi agent of change itu.
Kapitalis sekuler telah meracuni kehidupan bangsa ini ditambah lagi kebohongan para penguasa kita yang telah menjadikan rakyat semakin terjajah. Apakah kita semua akan tetap bertahan dalam keadaan seperti ataukah kita akan beranjak dari lumpur penderitaan ini, hanya ada satu pilihan yakni Islam, dan mahasiswa sebagai pelopor nya, sebagai penggerak perubahan ini.

Mencari Pemimpin Sejati

Mencari Pemimpin Sejati

Benarkah pemilu 2009 akan menghasilkan pemimpin sejati?? Dunia ini sempit untuk mencari pemimpin-pemimpin sejati, pemimpin yang rela menjadi pelayan bagi rakyatnya, pemimpin yang telah merelakan semua harta dan nyawanya demi kesejahteraan rakyatnya.
Indonesia saat ini bukan hanya mengalami krisis ekonomi tetapi juga mengalami krisis pemimpin. Indonesia sudah 63 tahun merdeka tapi keadaan rakyatnya sama sekali tidak terlihat tanda-tanda orang merdeka. Pembangunan memang tersebar dimana-mana, gedung-gedung bertingkat pun hampir selalu menghiasi kota-kota besar di Indonesia, proyek-proyek atas nama pembangunan dan demi kesejahteraan rakyat pun di gelar dimana-mana. Tapi di bawah gedung pencakar langit itu dibawah gedung-gedung bertingkat ada jutaan rakyat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sampah.
Negeri ini pun tidak salah jika disebut sebagai negeri pemulung, karena hampir di setiap pulau di negeri ini mempunyai puluhan bahkan ratusan pemulung.
Di Kalsel tidak usah ditanya lagi entah berapa banyak pengaih rezeki dengan bergulat di lumpur sampah. Tapi entah kenapa, semua itu seakan-akan sudah menjadi takdir mereka yang sudah tidak bisa dirubah lagi, bahkan yang paling unik lagi, ini sudah menjadi pekerjaan turunan yang tidak bisa dihentikan.
Jangankan pemimpin negeri (President) ini pemimpin Kalsel ini pun sepertinya hidup tak bernyawa, mereka seakan-akan mati rasa. Tidak bisa melihat penderitaan rakyat Kalsel yang setiap hari harus menghirup debu-debu batu bara.
Dan yang paling mengherankan Kalsel yang dikatakan sebagai kota Ibadah ini pun pada bulan Ramadhan masih membolehkan (dilegalkannya) tempat-tempat Hiburan Malam. Pada hal Kalsel mayoritas Islam tapi kenyataannya itulah yang terjadi.
Sepertinya pemimpin di negeri ini hanya akan bekerja jika di bayar, bahkan ada yang sudah di bayar tapi tidak bekerja. Tidak sedikit seperti ini mulai dari Birokratnya hingga yang paling bawah sekalipun, bahkan tidak jarang ada Guru bahkan Dosen yang tidak mengajar. Padahal mereka hidupnya dibiayai oleh pemulung, buruh, petani dan rakyat miskin lainnya. Tidak malukah mereka telah memakan uang yang bukan hak mereka, padahal anak-anak rakyat kecil ini hidup dalam derita bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, bahkan banyak anak-anak mereka yang hanya bisa meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai pencari barang-barang bekas dan lain-lainnya. Tetapi justru anak-anak Birokrat pemerintahan, Dosen, Aparat Keamanan, dan mereka yang di gaji oleh buruh malah menghambur-hamburkan uang mereka demi membelikan anak-anak mereka mobil, kendaraan, baju bagus, bahkan memakan-makanan yang mewah, minimal tercukupi gizinya, tapi tidak kah mereka melihat orang-orang yang membiayai mereka hidup, hanya hidup pas-pasan, pas hujan mereka basah, pas musim banjir mereka kebanjiran, pas digusur mereka kebingungan.
Lalu apakah ada pemimpin yang seperti Umar, Abu Bakar, Ustman, Ali. Disaat anak Umar minta belikan baju kepada nya, apakah Umar memberinya, apakah ketika anak Abu Bakar pesta minuman keras Abu Bakar tidak menghukumnya? Lalu apakah ada di negeri ini seorang pemimpin yang sanggup membunuh anak kesayangannya yang berpesta minuman keras demi tegaknya hukum di negerinya. Jangankan pemimpinnya penegak hukumnya pun tidak sanggup berbuat seperti apa yang telah dilakukan Abu Bakar terhadap anaknya. Lalu di mana seorang pemimpin menggendong sekarung gandum demi rakyatnya. Jangankan untuk menggendong sekarung gandum untuk berjalan saja SBY harus membawa puluhan pengawal, pada hal dia berkunjung di tempat rakyatnya sendiri.
Pemimpin sejati hanya akan ada dalam Islam, hanya dengan menerapkan Islam secara Kaffahlah pemimpin-pemimpin seperti itu akan ditemukan, sedangkan 2009 hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang Koruptor dan Diktator.
Sudah saatnyalah kita semua terbebas dari ke Diktatoran ini, saatnya bangkit untuk mandiri, dan bersama-sama menerapkan Syariat Islam demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Karena pemilu sepertinya tidak mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin unggul yang amanah untuk memimpin negeri ini, fakta telah bicara pemilu bukan hanya sekali saja di gelar di negeri ini tapi sudah beberapa kali dan hasilnya rakyat kecillah yang menderita. Mereka berlomba-lomba untuk maju ke kursi pemerintahan bukan untuk mengangkat derajat rakyat yang tertindas tetapi untuk mensejahterakan mereka dan partainya.

Menjadi Indonesia Yang Lebih Baik

MENJADI INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Sepertinya semua teori yang telah diajarkan oleh Marshal dan kawan-kawannya dalam ekonomi modern tidak berlaku lagi, ekonomi Barat yang berbasis pada riba banyak menggunakan konsep ekonomi klasik warisan Adam Smith yang sangat menekan bunga. Dalam pandangan ini, agar uang yang ditabung penduduk mengalir ke para pengusaha dan pedagang yang membutuhkan modal untuk bisnisnya maka harus ada bank. Bank adalah jembatan untuk menabung dan pebisnis. Kesuksesan negara tergantung pada keseimbangan aliran ini. Dan untuk menjaga keseimbangan ini, sepenuhnya tergantung pada satu hal: bunga.
Hanya saja, kalau kebijakan ini kebablasan, maka akan menimbulkan ketidak seimbangan lain. Saat ekonomi sudah pulih tapi suku bunga masih tetap tinggi, maka akan banyak perusahaan yang gulung tikar dan terjadi banyak PHK sehingga banyak pengangguran. Kondisi ini akan membuat lesu perekonomian karena rakyat daya belinya rendah. Terjadi penyimpangan: dari “normal” menuju “terlalu kering”.
Fakta bahwa manusia punya keterbatasan juga menjadi bukti bahwa: hukum kestabilan supply-demand dan adanya “tangan gaib” (the invisible hand) serta hukum Say supply creates its own demand (penawaran menciptakan permintaan terhadapnya secara otomatis) – bertentangan dengan kenyataan hidup manusia.
Kesimpulannya, hasil dari ekonomi ribawi ini adalah: 1. Krisis sosial. 2. Kesenjangan sosial. Sedangkan bentuk negara yang dihasilkan: Negara Perusahaan. Bentuk pemerintahannya: Diktator Perusahaan Besar. Kepala negaranya: Konglomerat. Peran negara yang hanya sebagai wasit semakin mengukuhkan “kediktatoran” ini.
Bila riba dilarang, di satu sisi langsung ratusan triliun dari APBN bisa di hemat, jadi pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM lagi. Maka oleh sebab itu perlu adanya konsep ekonomi yang jelas dan menyeluruh yakni syariah. Kebijakan ekonomi syariah, dengan asas ekonomi bertumpu pada distribusi, bukan semata-mata pertumbuhan, baru dapat diterapkan kalau memang ada keberanian yang rasional untuk itu. Harus diingat, bahwa satu saja kebijakan makro ekonomi syariah diterapkan, dampaknya akan luas. Bukan hanya pemulihan perekonomian tetapi juga pemerataan.
Jika Indonesia ingin berubah maka yang perlu dirubah dulu adalah mental terjajah menjadi mental mandiri yang paling kuat adalah dengan memberikan pemahaman yang ideologis. Bagi umat Islam, pendekatan ideologis ini berarti akidah Islam dan qiyadah fikriyyah (kepemimpinan ideologis) Islam.
Ketika Islam dijadikan asas berpikir dan tolak ukur perilaku, maka otomatis akan muncul jiwa-jiwa yang mandiri, yang pada gilirannya akan melakukan introspeksi: masihkah ada pada dirinya anasir terjajah yang ada pada dirinya.
Jika kita melihat India dan Cina telah berhasil meraih kemandiriannya. Mereka bahkan telah berhasil menguasai teknologi nuklir dan teknologi antariksa secara mandiri, tanpa utang luar negeri! Jadi, jangan ditanya apakah mereka mampu membuat industri mobil atau swasembada pangan.
Lalu apakah kita sebagai bangsa Indonesia hanya akan berpangku tangan dan menunggu bantuan dana asing, setelah itu rakyatnya beribu-ribu antri untuk mendapatkan uang sebesar Rp 30.000,00 bahkan demi uang sebesar itu mereka rela merenggang nyawa. Tapi pemerintah di negeri ini hanya diam saja. Lebih dari berjuta-juta orang di negeri ini berada di dalam garis kemiskinan, padahal sumber daya alam kita melimpah ruah tapi yang memungut hasilnya adalah asing. Apakah pemimpin di negeri tidak malu di mata dunia, negara kecil saja seperti Singapura mampu hidup mewah, tapi kenapa bangsa yang mempunyai menteri perekonomian, menteri perdagangan, menteri keuangan, menteri ESDM, menteri sumber daya alam dan puluhan menteri lainnya hanya mampu untuk melangsungkan hidup bukan merubah kehidupan. Sepertinya pemerintahan di negeri ini hanya sebagai sebuah simbol saja tanpa ada perubahan yang dilakukannya. Adanya menteri bukan untuk mensejahterakan rakyatnya tetapi hanya sebagai pelengkap bagi sebuah berdirinya negara.
Indonesia, dengan segala potensi ekonominya, sesungguhnya bisa mandiri, asal mau menerapkan kebijakan ekonomi syariah, bukan yang lain. Hanya dengan syariah Islamlah Indonesia akan benar-benar mandiri, tanpa itu semua Indonesia hanya akan menjadi negeri penghamba dan pengemis di mata dunia. Wallahu a’alam bi ash-shawab

Penjajahan Yang Tidak Pernah Berakhir

Penjajahan Yang Tak Pernah Berakhir
Allah yang Maha Pemurah telah berkenaan memberikan sebuah Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Namun, kini sebutan itu tak berlaku lagi. Indonesia yang dulunya kaya-raya telah berubah menjadi miskin. Kemiskinan ini terjadi dimana-mana. BANK Dunia menyebut angka lebih dari 100 juta orang Indonesia miskin. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan pokokpun kita harus mengimpor dari luar negeri. Dengan iklim tropis yang sangat menguntungkan, dan yang lebih penting lagi, telah dianugerahkannya lebih dari 90% jumlah penduduk muslim. Akan tetapi, ke mana hilangnya berkah dari Dienul Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu?
Indonesia termasuk Negara yang mengalami kesulitan perekonomian akibat program utang luar negeri arahan IMF dan BANK Dunia yang mencapai 142 miliyar dolar AS melonjak dari 53 miliyar dolar AS tahun 1997. Sebelum krisis (Mei 1997), bahkan saat rakyat menghadapi krisis ekonomi pada pertengahan 1997, Pemerintah justru mengucurkan dana yang sangat besar kepada para konglomerat. Pemerintah melalui Dewan Moneter memutuskan agar Bank Indonesia membantu likuiditas bank-bank yang kolaps karena krisis tersebut. Dikucurkanlah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 144,5 triliun, ditambah Rp 14,447 triliun per 29 Januari 1999, sehingga totalnya menjadi Rp 158,9 triliun. Jumlah ini luar biasa besar sehingga negara harus meminta rakyat untuk memikul masalah bank-bank itu, hingga kini rakyat Indonesia masih diselimuti kemiskinan bahkan 14,8-15 persen angka kemiskinan Indonesia dengan jumlah pengangguran 95.995 orang lebih.
Mantan Menteri Keuangan era Orde baru Fuad Bawazier mengatakan, 40 tahun lalu pendapatan perkapita penduduk Indonesia setara dengan negara-negara seperti Korea Selatan, Malaysia, Thailand, bahkan Cina. Malah Indonesia memiliki kelebihan dalam hal sumberdaya alam. Kini negara-negara yang miskin kekayaan alam itu sudah jauh meninggalkan Indonesia. “Padahal kita lebih semuanya dari mereka. Jadi, kalau mereka semua mampu dalam kondisi yang baik maka seharusnya kita pun bisa.
Indikasi bangkrutnya negeri ini mulai terlihat dari defisit APBN 2001 yang mencapai Rp 80 trilyun dan jatuh tempo utang luar negeri sebesar 2,8 milyar dolar AS Mei 2001. Sementara itu, pemerintah benar-benar tidak punya uang dan langkah penyelamatan digelar mulai dari ekstensifikasi pajak, penjualan aset yang ditahan BPPN hingga ke pencabutan subsidi BBM yang semua itu menyebabkan rakyat bertambah sengsara.
Akhirnya, utang pun dibayar dengan cara meminjam lagi sehingga kita terjerat utang, sedangkan aliran dana yang menuju negara kapitalis semakin besar dan negara pengutang terjerat dalam proses pemiskinan terencana dan sistematis sehingga mereka dapat mengeruk sumber daya alam kita sebesar-besarnya.
Utang luar negeri hakikatnya adalah penjajahan Barat yang dimodernisasi yang menghisap tenaga dan sumber daya alam kita yang kaya raya. Krisis utang ini membawa keruntuhan sistem ekonomi kita, kekacauan politik, kebobrokan moral budaya masyarakat karena pemerintah ditekan dan didikte pihak luar. Pencairan utang luar negeri selalu dikaitkan dengan perkara-perkara yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi, seperti HAM, Demokrasi, Liberalisasi, dan sejenisnya yang merusak akidah dan akhlak di Negeri ini.
Politik ekonomi yang dijalankan Barat untuk mendominasi kita merupakan ciri sistem ekonomi kapitalis berupa penjajahan dan eksploitasi karena mereka tidak mampu bertahan hidup tanpa penjajahan ekonomi ini. Imperialisme Barat terhadap negara-negara dunia ketiga ini semakin kuat dengan dilegalisasikannya peraturan ekonomi dan perdagangan internasional yang dirancang mereka.
Jelaslah kita kaum muslimin harus kembali ke sistem ekonomi Islam dengan menghilangkan ketergantungan terhadap uang dana luar negeri dengan cara membayar utang kita tanpa bunga karena bunga jelaslah haram hukumnya setelah itu memutuskan hubungan dengan IMF, BANK Dunia dan lembaga internasional lainnya yang menghisap negara ini, serta membuang jauh para Komprador (Mafia Berkeley) asing di Pemerintahan ini yang telah menghisap darah kita
Setelah itu, mengembalikan seluruh sistem kehidupan termasuk ekonomi dengan Islam dan berjuang mencabut sistem kapitalis yang dipaksakan Barat di negeri ini. Tanpa itu semua kita tidak akan pernah bangkit, sampai kapanpun bangsa ini hanya menjadi bulan-bulan bangsa asing dan entah berapa banyak lagi para TKI dan TKW yang harus menjual harga dirinya di luar negeri demi menghidupi bangsa ini, dan entah berapa banyak lagi rakyat yang mati karena kelaparan.
Tiada jalan kecuali melakukan perubahan itu tanpa itu semua kita tidak akan mungkin, dan ini akan menjadi PR bagi kita semua untuk bersama-sama menjadi Agent Of Change itu, demi memajukan bangsa yang telah terjajah ini.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.