Kamis, 06 November 2008

Indonesia


63 Tahun Hari Kemerdekaan RI Sama Dengan
63 Tahun Penjajahan Terhadap Rakyat Indonesia

Allah yang Maha Pemurah telah berkenaan memberikan sebuah Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Namun, kini sebutan itu tak berlaku lagi. Indonesia yang dulunya kaya-raya telah berubah menjadi miskin. Kemiskinan ini terjadi dimana-mana. BANK Dunia menyebut angka lebih dari 100 juta orang Indonesia miskin. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan pokokpun kita harus mengimpor dari luar negeri. Dengan iklim tropis yang sangat menguntungkan, dan yang lebih penting lagi, telah dianugerahkannya lebih dari 90% jumlah penduduk muslim. Akan tetapi, ke mana hilangnya berkah dari Dienul Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu?
Indonesia termasuk Negara yang mengalami kesulitan perekonomian akibat program utang luar negeri arahan IMF dan BANK Dunia yang mencapai 142 miliyar dolar AS melonjak dari 53 miliyar dolar AS tahun 1997. Sebelum krisis (Mei 1997), bahkan saat rakyat menghadapi krisis ekonomi pada pertengahan 1997, Pemerintah justru mengucurkan dana yang sangat besar kepada para konglomerat. Pemerintah melalui Dewan Moneter memutuskan agar Bank Indonesia membantu likuiditas bank-bank yang kolaps karena krisis tersebut. Dikucurkanlah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 144,5 triliun, ditambah Rp 14,447 triliun per 29 Januari 1999, sehingga totalnya menjadi Rp 158,9 triliun. Jumlah ini luar biasa besar sehingga negara harus meminta rakyat untuk memikul masalah bank-bank itu, hingga kini rakyat Indonesia masih diselimuti kemiskinan bahkan 14,8-15 persen angka kemiskinan Indonesia dengan jumlah pengangguran 95.995 orang lebih.
Mantan Menteri Keuangan era Orde baru Fuad Bawazier mengatakan, 40 tahun lalu pendapatan perkapita penduduk Indonesia setara dengan negara-negara seperti Korea Selatan, Malaysia, Thailand, bahkan Cina. Malah Indonesia memiliki kelebihan dalam hal sumberdaya alam. Kini negara-negara yang miskin kekayaan alam itu sudah jauh meninggalkan Indonesia. “Padahal kita lebih semuanya dari mereka. Jadi, kalau mereka semua mampu dalam kondisi yang baik maka seharusnya kita pun bisa.
Indikasi bangkrutnya negeri ini mulai terlihat dari defisit APBN 2001 yang mencapai Rp 80 trilyun dan jatuh tempo utang luar negeri sebesar 2,8 milyar dolar AS Mei 2001. Sementara itu, pemerintah benar-benar tidak punya uang dan langkah penyelamatan digelar mulai dari ekstensifikasi pajak, penjualan aset yang ditahan BPPN hingga ke pencabutan subsidi BBM yang semua itu menyebabkan rakyat bertambah sengsara.
Akhirnya, utang pun dibayar dengan cara meminjam lagi sehingga kita terjerat utang, sedangkan aliran dana yang menuju negara kapitalis semakin besar dan negara pengutang terjerat dalam proses pemiskinan terencana dan sistematis sehingga mereka dapat mengeruk sumber daya alam kita sebesar-besarnya.
Utang luar negeri hakikatnya adalah penjajahan Barat yang dimodernisasi yang menghisap tenaga dan sumber daya alam kita yang kaya raya. Krisis utang ini membawa keruntuhan sistem ekonomi kita, kekacauan politik, kebobrokan moral budaya masyarakat karena pemerintah ditekan dan didikte pihak luar. Pencairan utang luar negeri selalu dikaitkan dengan perkara-perkara yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi, seperti HAM, Demokrasi, Liberalisasi, dan sejenisnya yang merusak akidah dan akhlak di Negeri ini.
Politik ekonomi yang dijalankan Barat untuk mendominasi kita merupakan ciri sistem ekonomi kapitalis berupa penjajahan dan eksploitasi karena mereka tidak mampu bertahan hidup tanpa penjajahan ekonomi ini. Imperialisme Barat terhadap negara-negara dunia ketiga ini semakin kuat dengan dilegalisasikannya peraturan ekonomi dan perdagangan internasional yang dirancang mereka melalui Mafia Berkeley yang bertengger dipemerintahan.
Jelaslah kita kaum muslimin harus kembali ke sistem ekonomi Islam dengan menghilangkan ketergantungan terhadap uang dana luar negeri dengan cara membayar utang kita tanpa bunga karena bunga jelaslah haram hukumnya setelah itu memutuskan hubungan dengan IMF, BANK Dunia dan lembaga internasional lainnya yang menghisap negara ini, serta membuang jauh para Komprador (Mafia Berkeley) asing di Pemerintahan kita. Wallahu a’lam bi ash-shawab.