Kamis, 02 April 2009


Pungli Berkedok Pendidikan Jelid II?


Wajah dunia pendidikan begitu sangat memilukan, pendidikan dijadikan sebagai wadah “bisnis”. Di negara-negara maju pendidikan dijadikan sebagai lembaga yang paling diperhatikan oleh pemerintahnya. Bahkan karena sangat penatiknya terhadap dunia pendidikan Jepang mempyoritaskan pendidikan sebagai aset utama mereka.
Hari ini di Indonesia fenomena yang sangat memilukan Ibu Pertiwi di mana pendidikan sudah dijadikan sebagai ladang bisnis bagi para birokrat pemerintahnya. Hari ini di Indonesia tidak ada satu perguruan tinggipun yang biaya pendidikannya murah, dari PTS (Perguruan Tinggi Swasta) sampai PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Bahkan untuk biaya masuknya saja ada perguruan tinggi negeri yang mematok angka nominal sampai Rp 4.000.000,00. Dan ini terjadi di depan mata kita, di depan mata penguasa yang katanya memperjuangkan hak rakyat.
Keadaan ini terjadi hampir disetiap pulau di Indonesia termasuk Kalimantan Selatan yang diwakili oleh PTN Universitas Lambung Mangkurat yang menerima mahasiswa paling banyak melalui jalur MANDIRI dengan angka nominal biaya untuk masuk perguruan tingginya tidak kurang dari Rp 4.000.000,00.
Bisakah rakyat sejahtera hanya dengan waktu hitungan jari? Tidak jarang diperguruan tinggi banyak para dosen, birokratnya sampai pegawai biasanya yang memanfaatkan jabatan mereka untuk mengeruk uang mahasiswanya. Sebagai contoh adanya Mata Kuliah Study Tour yang orientednya jelas kearah menghambur-hamburkan uang. Dan ini diwajibkan bagi seluruh mahasiswa terutama di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP UNLAM).
Sebagai negara yang sudah lama merdeka sungguh sangat malu jika Indonesia tidak mampu menyamakan kedudukannya dengan Vaitnam yang baru saja merdeka. Tahun 2005 saja di dalam angka kesejahteraan Indonesia berada jauh di bawah Vaitnam, belum lagi masalah signifikan lainnya seperti pendidikan, sosial, dan budayanya.
Rakyat Indonesia terlanjur di manjakan oleh Sumber Daya Alam yang melimpah sehingga menganak tirikan segala bentuk Ilmu Pengetahuan. Ditambah lagi dengan Globalisasi yang begitu menganak-pinak di negeri ini, dan hampir mengikis habis budaya asli bangsa ini.
Dunia pendidikan pun tidak jarang di jejali oleh budaya-budaya Global yang menjerumuskan bangsa ini ke dalam krisis moral. Tidak sedikit pelajar dan mahasiswa yang terjaring kasus narkoba, tawuran, seks bebas, dan gaya berpakaian yang tidak senonoh.
Ini semua terjadi salah satu nya akibat dari lemahnya kinerja dunia pendidikan yang seharusnya mencerdaskan bangsa ini tanpa pamrih. Bukan menjadikan lembaga yang paling fital ini sebagai tempat untuk memperkaya oknom birokratnya.
Seharusnya hari ini dan detik ini pula gelar guru tanpa tanda jasa dicabut, karena gelar itu sudah tidak layak lagi bagi mereka, karena tidak sedikit guru dan dosen yang memanfaatkan profesi mereka untuk ladang bisnis belaka “menjual buku paket dan lain sebagainya”.
Pendidikan yang layak adalah tanggung jawab negara dan setiap rakyat berhak untuk mendapatkan nya secara murah bahkan gratis karena itu memang tugas negara untuk memenuhi pendidikan yang berkualitas demi tercapainya tujuan negara yang ingin mensejahterakan rakyatnya secara merata di setiap kalangan dan golongan masyarakat secara umum, tanpa memandang suku, ras, agama, dan adat istiadatnya, karena Indonesia hanya satu.
Ahmad Sarli Anwar
Program Studi Pendidikan Ekonomi Unlam
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam
Email: jundullah.a.s.a@gmail.com
KEMPANYE PARPOL CARUT MARUT?

Tinggal beberapa hari lagi pemilihan anggota legeslatif baik tingkat Kota, Propinsi maupun RI akan segera di gelar, tepatnya tanggal 9 April 2009. Hingga saat ini para caleg dan parpolnya sibuk mempromosikan diri kepada masyarakat, agar mereka dapat dikenal dan dipilih oleh masyarakat sebagai bentuk kepercayaan terhadap mereka. Bahkan tidak jarang para caleg dan parpol melakukan kontrak politik untuk menarik perhatian dan minat masyakat untuk memilihnya.
Untuk mempromosikannya diri dan parpolnya kepada masyakat tidak jarang parpol dan calegnya melakukan kempanye-kempanye yang menyalahi aturan, ini adalah bentuk ketakutan mereka yang kita anggap wajar terjadi kepada parpol yang tiba-tiba mengklaim diri sebagai wakil rakyat.
Demi menarik minat anggota masyarakat tidak jarang parpol melakukan hal-hal gila yang diluar akal sehat, bahkan tidak sedikit uang yang mereka keluarkan untuk melakukan kempanye dan promosi partainya baik melalui baleho, spanduk, stiker, bahkan menggunakan media informasi, baik elektronik maupun media cetek.
Tanggal 9 April 2009 seperti buah ketakutan bagi mereka sehingga tidak jarang caleg dan parpol melakukan kempanye menyalahi aturan. Bahkan lingkungan pendidikan pun seperti kampus, sekolahan dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak jarang dijadikan mereka sebagai tempat melakukan kempanye, Unlam sebagai salah satu contoh tempat kampanye gratis bagi partai politik.
Tidak sedikit dan tidak jarang mobil-mobil yang berlambangkan Parpol dan caleg masuk di lingkungan Unlam dengan sangat leluasa. Bahkan beberapa parpol melalui tim suksesnya nekat membagi-bagikan alat kampanye kepada masyarakat kampus.
Sepertinya UU Pemilu dan Partai Politik tahun 2008 sudah tidak berlaku lagi, haruskah UU tersebut kita bakar beramai-ramai, kalau KPUD dan Panwaslu tidak berani menindak tegas para caleg dan parpolnya yang sudah melanggar UU tersebut. UU Pemilu dan Partai Politik tahun 2008 pasal 84 dengan tegas mengatakan bahwa setiap partai politik yang berkempanye di tempat-tempat Ibadah, lingkungan Pendidikan, dan tempat-tempat umum lainnya di tindak tegas, bahkan bagi caleg yang melanggar, namanya dihapus dari daftar calon legeslatif.
Tapi ini adalah sebuah UU yang bisa dilanggar dan bisa di terapkan bila ada unsur kepentingan, dan kasus-kasus pelanggaran lain seperti maraknya kampanye di lingkungan kampus maupun di tempat-tempat ibadah adalah merupakan bentuk kegagalan dari sebuah lembaga Panwaslu yang di amanati untuk mengawasi jalannya kampanye dan pemilu.
Bahkan sepertinya lembaga-lembaga pendidikan seperti Unlam membiarkan hal ini terjadi, buktinya Unlam memfasilitasi parpol untuk berkempanye di lingkungannya seperti yang terjadi pada tanggal 7-8 Maret 2009 di aula Rektorat Lantai 1 dengan menghadirkan tiga Parpol dan pada waktu itu terjadi kampanye nyata di depan ratusan peserta akademisi bahkan yang lebih parah lagi ada beberapa caleg yang membagi-bagikan stiker Parpol kepada setiap peserta, dan tidak ada tindakan nyata dari Petinggi Unlam yang kebetulan hadir pada waktu itu. Salah kah jika kita berpandangan bahwa carut marutnya kampanye ini sudah di setting oleh setiap kalangan termasuk akademisi?
Sebagai kritikan bagi Panwaslu yang seharunya berani menindak tegas para caleg yang melanggar ketentuan kampanye menurut UU Pemilu dan Partai Politik tahun 2008 yang harus di jalankan dengan setegas-tegasnya sehingga Pemilu 2009 yang tidak akan lama lagi, berlangsung bersih meskipun tidak akan mendapatkan pemimpin-pemimpin yang idaman untuk mewakilkan rakyat di DPR dan kursi ke Presidenan nanti sampai 5 tahun ke depan. Dan jika Pemilu 2009 ini tidak berhasil mengantarkan pemimpin-pemimpin yang ideal untuk bangsa dan negeri ini, maka haruskah kita akan melanjutkan pemilu-pemilu yang akan datang? Wallahu a’alam bi ash-shawab
Ahmad Sarli Anwar
Mahasiswa FKIP Unlam Program Studi Pendidikan Ekonomi
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam
Email: Jundullah.88.a.s.a@gmail.com

SELAMAT DATANG DI PANGGUNG DEMOKRASI?


Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Pemelihan yang bukan saja akan mengantarkan seorang presiden ke panggung pemerintahan tetapi juga akan memilih anggota legeslatif yang mengklaim diri mereka sebagai wakil rakyat.
Pemilihan anggota legeslatif akan diselenggarakan pada 9 April 2009. Sedangkan pemilihan presiden akan diselenggarakan pada awal Juli 2009 untuk putaran pertama, dan pertengan September 2009 untuk putaran kedua.
Pada dasarnya ada tiga fungsi utama legeslatif: (1) Fungsi legeslatif untuk membuat UUD dan UU; (2) Melantik presiden/wakil presiden; (3) fungsi pengawasan, atau koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Adapun presiden secara umum bertugas melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala Undang-Undang dan peraturan yang dibuat.
Oleh sebab itu betapa pentingnya legeslatif bagi sebuah pemerintahan, untuk monitoring kinerja pemerintah.
Sebagai sebuah negara yang pernah mendapat “Mendali Demokrasi” dari IAPC (Asosiasi Internasional konsultan Politik) seharusnya Indonesia menjadi tempat untuk pendidikan demokrasi yang baik dan benar. Sebagai sebuah contoh untuk pemberlakuan Domokrasi pada tahap selanjutnya.
Anggota legeslatif yang ada sekarang bukanlah murni orang yang ditunjuk oleh rakyat melainkan partai politik, sedangkan partai politik tidak bisa digolongkan sebagai sebuah masyarakat, karena di dalam partai politik terdapat berbagai macam individu, agama, suku, ras, budaya, golongan, kepentingkan dan lain-lain.
Berarti yang ada sekarang bukanlah wakil rakyat tetapi orang yang mengklaim diri mereka sebagai wakil rakyat, bahkan yang paling lucu lagi jika orang yang mengklaim diri mereka sebagai wakil rakyat tidak pernah “berkunjung ke tempat rakyatnya dan tidak sedikit orang yang mengklaim diri sebagai wakil daerah tertentu bukanlah berasal dari daerah yang bersangkutan melainkan dari daerah lain di luar daerah yang mereka wakilka”.
Sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat jika mendekati masa Pemilu pasti akan banyak baleho, umbul-umbul, spanduk, poster dan lain-lain yang menghklaim sebagai wakil rakyat. Apakah ini yang disebut dengan demokrasi?
Kalau begini sepertinya demokrasi tidak memberikan sebuah harapan tetapi lebih kearah menyengsarakan.
Jika anggota legeslatif memeng wakil rakyat maka meraka adalah orang yang lahir dari tengah-tengah masyarakat bukan dari tengah-tengah partai politik. Serta tujuan dan kepentingan mereka di dewan adalah semata-mata untuk mensejahterakan rakyat bukan golongan atau partai tertentu. Maka jika seperti itu tidak akan pernah ada Undang-Undang yang akan bertentangan dengan rakyat seperti UU BHP, UU Penanaman Modal, UU Migas, UU Sumber Daya Alam, serta Perda-perda yang tidak sesuai dengan amanah rakyat.
Selain itu, juga tidak akan pernah ada seorang wakil rakyat yang ketakutan jika berkunjung ke tempat rakyatnya, tidak menggunakan beratus-ratus pengawal, dan tidak perlu waspada terhadap rakyatnya sendiri, karena dia benar-benar orang yang berasal dari rakyat dan ditunjuk langsung oleh rakyat.
Komitmen seperti inilah yang akan membangkitkan negeri ini bukan perebutan kekuasaan atau kedudukan tetapi lebih ke arah bagaimana memperjuangkan bangsa yang kian terpuruk ini. Jika kekuasaan berada di tangan rakyat maka rakyatlah yang berdaulat dan menentukan ke arah mana bangsa ini, dan semua keputusan yang di ambil semata-mata demi kepentingan rakyat dan tidak besebrangan dengan rakyat seperti yang terjadi sekarang ini. Itulah wakil rakyat yang sebenar-benarnya, maka pilihlah wakil rakyat yang benar-benar mewakili rakyat bukan wakil rakyat yang hanya mengklaim diri sebagai wakil rakyat.
Ahmad Sarli Anwar
Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Unlam
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam
Jundullah.88.a.s.a@gmail.com