Selasa, 02 Desember 2008

permasalahan

Soal : Cari data lapangan tentang kendala memulai usaha masing-masing mahasiswa.

Saya mencari data lapangan tentang kendala memulai usaha peternakan ayam daging, dan dari data-data yang saya peroleh kendala-kendalanya sangatlah beragam dan kendala-kendala dalam memulai usaha peternakan ayam tersebut adalah:

A. Memperoleh pengetahuan tentang cara beternak ayam daging yang baik dan benar.
Sebelum benar-benar memulai usaha peternakan ayam daging ini, peternak yang sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan tentang cara beternak ayam daging yang baik dan benar berusaha mencari-cari pengetahuan tentang itu. Baik dengan cara membeli buku yang berkaitan dengan peternakan ayam daging, maupun ikut penyuluhan-penyuluhan yang berkaitan dengan masalah beternak ayam daging. Sehingga dengan demikian peternak yang pada awalnya cuma ingin memulai usaha beternak ayam daging, tapi belum mempunyai keterampilan tentang itu kini sudah menjadi peternak yang ingin membuka usaha peternakan yang sudah mempunyai keahlian tentang beternak ayam daging tersebut.

B. Modal usaha
Modal adalah hal yang paling utama dalam memulai usaha. Dalam memulai usaha peternakan ayam daging ini diperlukan modal yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 75.000.000,- modal yang cukup banyak ini tentu saja tidak dimiliki oleh peternak yang tergolong kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu peternak mengajukan permohonan pinjaman ke bank untuk menambah modalnya. Dalam proses pengajuan pinjaman ke bank peternak cukup mendapatkan kesulitan karena harus adanya jaminan dan birokrasi yang bertele-tele. Setelah berhasil mendapatkan pinjaman dari bakn maka modal sudah terkumpul dan modal tersebut digunakan untuk membuat kandang ayam, perlengkapan peternakan dan sebagian lagi untuk modal kerja.

C. Mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP)
Agar dalam menjalankan usaha ini nantinya tidak mendapatkan gangguan dan hambatan yang tidak diinginkan (protes dari masyarakat, penggusuran, dan lain-lain) maka diperlukan suatu legalitas usaha, salah satunya dengan mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP), dalam memperoleh surat izin perdagangan untuk usaha peternakan ini peternak mendapatkan kesulitan yaitu karena birokrasinya sangat bertele-tele mulai dari minta izin ke ketua Rt, lurah, dan seterusnya. Proses ini sangat menyita waktu dan tenaga peternak.

D. Penentuan lokasi yang tepat
Lokasi yang tepat sangat menentukan lancar tidaknya suatu usaha yang dijalankan. Dalam usaha peternakan ayam daging ini diperlukan lokasi yang cukup jauh dari permukiman penduduk, hal ini dikarenakan dalam usaha peternakan ayam daging ini akan menimbulkan polusi udara yang berupa bau tidak enak yang berasal dari kotoran ayam tersebut, jika tetap memaksakan mendirikan peternakan ayam daging di daerah lingkungan padat penduduk maka bukan tidak mungkin akan mendapatkan protes dari masyarakat yang terganggu oleh udara yang tercemar karena bau kotoran ayam tersebut. Jadi untuk menghindari kemungkinan tersebut maka peternak memutuskan untuk memilih lokasi peternakan yang cukup jauh dari permukiman penduduk.

E. Pembuatan kandang
Ketika sudah terkumpul, surat izin usaha perdagangan sudah di peroleh dan lokasi yang tepat sudah ditentukan, ternyata kesulitan yang dialami peternak ayam daging belum habis, karena peternak harus membuat kandang yang tahan lama, higienis, dan memiliki sistem saluran air yang cukup baik, ini semua diperlukan agar kesehatan ternak ayam selalu bisa terjaga. Untuk mewujudkan semua itu tidak mudah. Karena tentu saja peternak tidak mempunyai keahlian untuk membuat bangunan, maka peternak meski memanggil ahli bangunan (tukang) untuk mengerjakannya dan ini akan menambah biaya pembuatan bangunan. Pengandangan yang baik dan sehat sangat menentukan kesehatan ayam yang akan diternakkan, ini salah satu langkah awal yang sangat menentukan dalam proses pemeliharaan nantinya.

F. Permasalahan di masa yang akan datang
Hal ini perlu direncanakan terlebih dahulu, kita perlu mempunyai kolega yang merupakan seorang pengumpul ayam daging dari kandang (mengambil langsung ke tempat peternak) yang kemudian nantinya akan menjual ke pedagang besar atau langsung mengencer ke pedagang ayam daging potong yang akan di pasar. Kolega ini sangat diperlukan karena jangan sampai suatu saat nanti jika ayam daging sudah siap panen tetapi tidak ada akses untuk memasarkannya. Hal ini akan sangat merugikan peternak, untuk itu diperlukan adanya suatu hubungan kerja sama antara peternak dengan pengumpul ayam daging tersebut dengan adanya hubungan kerja sama ini maka jika suatu saat nanti terjadi ayam dagingnya banyak sehingga memasarkannya sulit, jadi peternak tidak perlu susah-susah memutar otak untuk memasarkan ayam dagingnya karena ia sudah melakukan kerja sama dengan pedagang pengumpul ayam daging:
Demikian hasil data yang saya peroleh ketika meneliti tentang kesulitan-kesulitan memulai usaha peternakan ayam daging.

Kendala

Kendala Sebelum Memulai Usaha



a. Kurangnya Modal
Modal erat kaitannya dengan masalah dimulainya suatu usaha, tanpa adanya modal maka usah nggak bisa berjalan, maka secara garis besar modal sangat diperlukan di dalam memulai usaha, masalahnya adalah dimana dan bagaimana memperoleh modal cepat dan nggak ribet. Yang terbayang di benak saya ketika melihat seorang teman saya membuka usaha dia hanya bermodal kan kepercayaan dan keberanian untuk berwirausaha, dengan rumah makannya ia mampu mempekerjakan 10 orang dengan asumsi 3 buah warung dapat menampung 3 sampai 4 orang pekerja. Jadi usaha adalah merupakan kendala no 1 yang harus dikedepankan.
b. Kurangnya Pengalaman
Sebelum sahabat saya memulai pekerjaan dia berkata kepada saya bahwa dia sebenarnya bukanlah orang yang paham tentang rumah makan namun karena kemauan dan kerja keras yang membuat saya mencoba untuk memutar balikkan waktu den alam semesta. Ya intinya pengalaman sangat perlu dan memang harus ada sebagai bahan informasi untuk mengedepankan kemampuan dalam berwirausaha.
c. Tempat/lokasi usaha
Sulit sekali menentukan tempat yang dianggap strategis untuk berjualan makanan karena sekarang mahasiswa lebih suka makan di rumah, selain kendala itu tempat juga merupakan tentu atau tidaknya suatu usaha. Bagaimana mungkin tempat yang akan dijadikan sebagai lokasi usaha ternyata sepi penghuni, kan merupakan suatu aset utama bagi seorang pedagang.
d. Keterampilan yang dimiliki
Keterampilan yang dimiliki haus disesuaikan dengan kemampuan untuk meminid usaha tersebut.
Misalkan usaha jualan nasi itu tidak enak karena kita tidak pernah modal usaha. Dan mungkin kendala keterampilan dan yang lainnya merupakan unsur bahwa apa yang diramalkan oleh seorang tokoh politik dunia Roberto Adwin bahwa suatu keberhasilan adalah suatu mimpi yang terwujud melalui suatu kerja keras. Tanpa adanya kerja keras maka usah apapun tidak akan pernah berhasil, meskipun orang mengatakan lain kepada kita.

Inilah kendala yang dapat saya ketahui dari memulai suatu usaha.

BBM

Akhirnya harga BBM dipastikan naik lagi. Kepastian naiknya harga BBM diumumkan Pemerintah melalui Menko Ekonomi Boediono setelah rapat terbatas di Kantor Presiden Senin (5/5) lalu. Menurut Presiden SBY sendiri, tahapan sekarang bukan lagi membahas harga BBM naik atau tidak, tetapi bagaimana imbas kenaikan BBM 20-30 persen terhadap berbagai komoditas, termasuk instrumen untuk melindungi rakyat miskin dan berpenghasilan rendah (Republika, 6/5/). Padahal sehari sebelumnya Presiden SBY sepakat untuk tidak terlalu cepat menaikkan harga BBM. Kebijakan menaikkan BBM adalah langkah terakhir (Kompas, 5/5).
Faktanya, “langkah terakhir” inilah yang justru dengan cepat ditempuh oleh Pemerintah. Alasan utamanya, sebagaimana berkali-kali diungkap Pemerintah, adalah tekanan yang semakin berat terhadap APBN 2008 akibat terus membengkaknya anggaran subsidi BBM sebagai dampak langsung dari terus meroketnya harga BBM di pasaran internasional hingga nyaris menembus US$ 120 perbarel.
Yang amat disesalkan, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM akan diberlakukan justru di tengah-tengah jeritan masyarakat dari berbagai lapisan yang tengah menderita akibat himpitan ekonomi dan beban hidup yang semakin berat. Tidak jarang, bagi yang tipis iman, frustasi hingga bahkan diakhiri dengan aksi bunuh diri menjadi pilihan. Ini sudah banyak terjadi dan diekspos oleh banyak media akhir-akhir ini.
Karena itu, apapun alasannya, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM rata-rata 30% adalah kebijakan yang zalim karena akan semakin menyengsarakan rakyat.
Betulkah Tidak Ada Langkah Lain?
Sebagaimana yang sudah-sudah, ketika krisis ekonomi terjadi, kebijakan menaikkan tarif kebutuhan pokok seperti BBM pada akhirnya selalu menjadi “langkah terakhir” yang menjadi favorit Pemerintah. Dengan menyebut kebijakan menaikkan BBM sebagai “langkah terakhir” Pemerintah seperti berupaya meyakinkan masyarakat, bahwa Pemerintah telah sungguh-sungguh menempuh cara-cara lain di luar “langkah terakhir” tersebut. Padahal jelas masih ada cara atau langkah lain yang bisa ditempuh untuk mengatasi krisis ekonomi ini.
Jika kita memperhatikan struktur pengeluaran APBN, ada tiga kelompok besar yang secara seksama peranannya masing-masing dalam menjaga kesinambungan fiskal, yaitu: (1) pengeluaran Pemerintah pusat (investasi sektoral dan belanja rutin); (2) transfer ke pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi fiskal; (3) pembayaran bunga dan cicilan pokok utang (luar negeri dan dalam negeri).
Karena itu, secara teknis pun, setidaknya ada tiga cara/langkah lain sebelum Pemerintah menempuh langkah menaikkan harga BBM:
Penghematan belanja rutin. Ini sudah dilakukan Pemerintah, yang memotong anggaran untuk kementerian dan lembaga sebagai kompensasi kenaikan subsidi yang berkaitan dengan BBM, termasuk subsidi listrik. Hendaknya penghematan ini juga dilakukan di seluruh daerah.
Memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja, menurut catatan Pemerintah, dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08). Ini jelas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban Pemerintah dan masyarakat.
Penangguhan pembayaran utang luar negeri. Tahun 2008 ini cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai Rp 151,2 triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Penangguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.
Selain itu, menurut Ekonom Dr. Hendri Saparini, Pemerintah bisa mengurangi anggaran subsidi bank rekap yang mencapai puluhan triliun rupiah. Langkah lainnya adalah memotong rantai broker (baik dalam ekspor maupun impor minyak oleh Pertamina) yang sangat merugikan. (al-Wa’ie, No. 92/April/2008).
Akar Persoalan
Jika kita cermati, kebijakan untuk menaikkan harga BBM sesungguhnya terkait dengan rencana lama Pemerintah untuk mengurangi secara bertahap—bahkan menghapus sama sekali—subsidi di bidang energi. Artinya, bisa dikatakan, kenaikan harga BBM di pasar internasional hanyalah “faktor kebetulan” saja, yang kemudian dijadikan momentum oleh Pemerintah. Pasalnya, penghapusan subsidi adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem Kapitalisme. Dalam Kapitalisme, negara sama sekali tidak berkewajiban untuk menjamin kebutuhan publik seperti BBM, listrik, pendidikan atau kesehatan masyarakat. Seluruhnya diserahkan pada mekanisme hukum pasar. Hal ini diperparah sejak krisis yang menimpa Indonesia tahun 1997. Pemerintah Indonesia secara resmi meminta bantuan dan campur tangan IMF dan Bank Dunia dalam mengatasi krisis ekonomi dan moneter. Salah satu tuntutan IMF adalah agar Pemerintah menghapuskan subsidi yang sebelumnya digunakan untuk membantu masyarakat membeli BBM dan mengurangi tarif dasar listrik. IMF berdalih bahwa untuk mengurangi defisit anggaran belanja negara, salah satu cara yang harus dilakukan adalah mengurangi dan menghapuskan subsidi Pemerintah terhadap BBM dan TDL.
Selain itu, yang tak kalah besar dampak buruknya bagi masyarakat, adalah kebijakan Pemerintah untuk melakukan liberalisasi ekonomi, khususnya di sektor energi. Liberalisasi sektor energi tidak hanya di sektor hulu (eksplorasi), tetapi juga di sektor hilir (distribusi dan pemasaran). Pemerintah lewat UU Migas berjanji untuk mengikis habis monopoli di Pertamina. Yang ditawarkan kemudian adalah membuka kesempatan bagi perusahaan swasta lain untuk ikut berkompetisi dalam distribusi dan pemasaran migas. Dengan alasan supaya kompetisi dalam distribusi dan pemasaran bisa ’adil’, lagi-lagi subsidi minyak harus dicabut. Sebab, jika masih ada minyak bersubsidi di pasaran, pemain asing enggan masuk. Ini setidaknya pernah ditegaskan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, ”Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi Pemerintah. Sebab, kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14/5/03).
Sepintas ide ini cukup menarik. Namun, ancaman di balik itu sungguh sangat mengerikan. Saat ini yang paling siap untuk berkompetisi adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Karena mereka yang paling siap, maka merekalah yang akan merebut pangsa pasar distribusi dan pemasaran migas di Indonesia.
Menurut Dirjen Migas Dept. ESDM, Iin Arifin Takhyan, saat ini terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika).
Dikeluarkannya Undang-Undang Minyak dan Gas Nomor 22 Tahun 2001 bisa mengancam keamanan pasokan BBM di dalam negeri karena memperbolehkan perusahaan minyak yang menjadi kontraktor bagi hasil (KPS) di Indonesia untuk menjual sendiri minyaknya. Pasalnya, jika terjadi penurunan produksi di dalam negeri, bisa saja mereka tetap menjual minyak mereka ke luar negeri. Kilang-kilang Indonesia juga terancam tidak mendapatkan minyak mentah saat liberalisasi Migas dimulai tahun 2005. Alasannya, biaya produksi minyak di dalam negeri yang rata-rata 3 dolar AS dinilai terlalu mahal, sementara di luar negeri lebih rendah.
Adapun di sektor hulu, di Indonesia saat ini ada 60 perusahaan kontraktor; 5 (lima) di antaranya masuk kategori super majors yaitu, Exxon Mobil, Chevron, Shell, Total Fina Elf, Bp Amoco Arco, dan Texaco; selebihnya masuk kategori majors yaitu, Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex, Japex, dan perusahaan kontraktor independen. Dari 160 area kerja (working area) yang ada, super majors menguasai cadangan masing-masing minyak 70% dan gas 80%. Adapun yang termasuk kategori majors menguasai cadangan masing-masing, minyak sebesar 18% dan gas sebesar 15%. Perusahaan-perusahaan yang masuk kategori independen, menguasai minyak sebesar 12% dan gas 5%.
Jumlah produksi Indonesia pertahun




Tahun Produksi Konsumsi Ekspor Impor
2008 84,822,501.00 76,714,500.00 29,623,200.00 23,224,200.00
2007 347,493,172.00 321,302,814.00 127,134,792.00 110,448,506.36
2006 359,289,337.00 349,845,435.00 111,172,003.15 113,545,934.13
2005 385,497,959.00 357,493,997.00 156,766,006.00 120,159,324.81
2004 400,486,234.00 375,494,636.00 180,234,938.00 148,489,589.13
2003 415,814,157.00 373,190,759.00 211,195,794.52 129,761,738.00
2002 455,738,915.00 358,806,832.00 216,901,729.00 121,269,175.75
2001 489,849,297.00 375,668,315.00 239,947,960.00 118,361,896.69
2000 517,415,696.00 383,955,955.00 225,840,000.00 79,206,903.00
Sumber data: http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/
Solusi yang dapat diambil agar BBM tidak naik
1 Penghematan belanja negara hingga 20 persen, mulai dari kantor kepresidenan, DPR, kementerian, dan lembaga negara lain. Dari sini minimal Rp 20 triliun bisa dihemat.
2 Pembayaran angsuran utang harus dijadwalkan kembali, bahkan pembayaran bunga (riba) utang yang ternyata memakan porsi yang cukup besar tidak harus dibayar. Dalam APBN tahun 2008 ini cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai Rp 151,2 triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Renegosiasi pembayaran bunga dan atau pokok utang luar negeri harus dilakukan. Untuk membayar bunga saja sekitar Rp 94 triliun (lebih dari 10 miliar dolar AS).
3 Memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja, dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08).
4 Pajak progresif terhadap komoditas yang booming, seperti minyak, gas, batubara, tembaga, dan perkebunan. Tax rate-nya dinaikkan sejalan dengan naiknya harga. Jika tax rate atas minyak ditetapkan 50 persen, penerimaan pajak bisa naik minimal Rp 9 triliun. Bila 60 persen, naiknya Rp 15 triliun (Drajat Wibowo, (Republika, 7/5).
5 Memangkas perantara yang ada dalam ekspor dan impor minyak. Perantara ini cuma calo, berbasis di Singapura, dan mengambil margin minimal 0,5-1,0 dolar AS per barel (Drajat Wibowo, (Republika, 7/5).
6 Lindung nilai (hedging) harga minyak dapat menghemat sedikitnya Rp 55,2 triliun. Jika realisasi harga minyak 115 dolar AS per barel dan hedging beli di harga 95 dolar AS, terdapat selisih 20 dolar AS. Dengan mengalikan selisih 20 dolar AS terhadap konsumsi BBM 35,5 juta kiloliter, ada potensi penerimaan Rp 44,59 triliun (Sunarsip, (Republika, 7/5).
7 Menekan besaran alpha (margin distribusi BBM) pendistribusian BBM bersubsidi ke Pertamina dari 9 persen menjadi 5 persen. Subsidi yang bisa dihemat dari penurunan alpha Rp 9,534 triliun (Agung Pri Rakhmanto, (Republika, 7/5).
8 Pengembalian dana BLBI sebesar 225 triliun dari sejumlah konglomerat hitam.
9 Pemerintah harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya alam (migas, emas, batubara, dan lainnya) yang sangat melimpah itu, yang hakikatnya adalah milik seluruh rakyat. Maka, sumber daya alam tersebut harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan justru menjual atau menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, baik asing maupun domestik.
Akibat yang ditimbulkan dari kenaikkan harga BBM tiada lain adalah menambah jumlah pengangguran, sekarang jumlah pengangguran bertambah sekitar 95.995 orang dengan angka kemiskinan naik sekitar 14,15 persen, inflasi dari 6,5 persen menjadi 12,2 persen. Dengan angka yang sangat tidak signifikan ini apakah Pemerintah menganggap berhasil dana Bantuan Langsung Tunai (BLT)??? Dengan Rp 100.000,- perbulan yang kalau diakumulasikan berarti perhari sekitar Rp 3.000,- apakah dengan uang sebesar Rp 3.000,- perhari ini rakyat akan menjadi sejahtera, apakah rakyat akan makmur??? Dimana hati Pemerintah kita? Kebijakan menaikkan harga BBM sekali lagi adalah kebijakan yang sangat keliru, dan bahkan dapat dikatakan adalah kebijakan yang menzalimi rakyat. Penderitaan rakyat apakah telah sampai pada batas akhirnya? Jika kita melihat lebih jauh maka yang dilakukan Pemerintah itu sungguh tidak berpihak kepada rakyat tapi koorporasi asing. Karena dengan menaikkan harga BBM berarti kita telah menyumbangkan sebagian besar kekayaan alam kita untuk asing alasannya karena yang banyak memegang sumber daya migas kita adalah asing jadi ketika menaikkan harga BBM berarti sama dengan membantu mereka menjual minyak di negeri kita dengan harga yang mahal berarti Pemerintah dapat dikatakan orang yang telah dibodohi, karena mau menuruti perintah asing ketimbang memikirkan 220 juta penduduknya sendiri. presiden dan wapres merasa tidak bisa diturunkan karena dipilih langsung oleh rakyat, dan DPR diam. Teori check dan balances hanyalah omong kosong.
Akibat lain dari kenaikkan harga BBM : Ribuan buruh Jatim tuntut kenaikan UMR, empat fraksi DPRD Indramayu tolak BLT, seluruh jurusan terminal Surabaya mogok. Bank dunia menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil mereformasi anggaran dan mengarahkan ekonomi ke jalan yang benar (MetroTV, 26/5/08, pk 11.20)
KOM: Ini tunjukan bahwa kenaikan BBM: (1) tidak pro rakyat, (2) intervensi Bank Dunia (BD). Hal ini dipertegas oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsi yang mengatakan kebijakan pemerintah menaikan BBM adalah rekomendasi Bank Dunia (TVone, 26/5/08), (3) pemerintah telah menjadi budak asing.
Ini adalah kutipan pernyataan wakil presiden kita
Wapres JK meminta penerima BLT memberikan penjelasan kepada para demonstran bahwa kenaikan BBM lebih enak: “Tolong yang marah-marah itu bilangin. Lebih enak begini (harga BBM naik dan BLT dibagi) daripada BBM murah)” (KOMPAS, 25/5).

Sarli

PAHLAWAN DAN GLOBALISASI


10 Nopember merupakan hari yang seharusnya di tiru oleh pemimpin negeri ini, dimana para pejuang kemerdekaan dengan gagah maju ke medan perang demi membela negara. Tak ada kata takut di benak mereka, yang bisa menghentikan para pejuang untuk maju ke medan perang hanyalah “kemenangan atau kematian”.
Tapi sekarang penerus perjuangan itu kini telah pudar, sepertinya semangat perjuangan yang dulu pernah dicontohkan oleh para pejuang kemerdekaan dulu tidak membekas sedikit pun pada generasi muda dan para pemimpin kita. Arah perjuangan kini telah berubah menjadi 3600 ke arah yang lebih fanatik pada globalisasi.
Di hari perjuangan ini sepertinya semangat generasi muda untuk membangun bangsa ini kini telah rapuh, Reformasi seperti tidak memberi arti kepada generasi muda.
The Lost Of Generation itulah yang terjadi di Indonesia, semangat generasi muda lebih cenderung ke arah yang negatif, bukan ke arah perubahan untuk membangun bangsa dan negaranya yang kian keropos.
Di sana-sini banyak diberitakan tentang kenakalan remaja, terlibat pergaulan bebas, minuman keras, mengonsumsi obat-obatan terlarang, perkelahian antar pelajar dan antar mahasiswa pun tidak jarang kita dengar, hampir setiap saat selalu ada saja pelajar atau mahasiswa yang tauran. Sungguh aneh jika kita lihat, semangat yang sangat menggebu-gebu ketika para pahlawan mengangkat senjata mereka, semangat ketika Amien Rais menyuarakan Reformasi, dan semangat ketika Hasanudin HM menyuarakan untuk menjadi bangsa Indonesia bukan bangsa asing pun kini telah berubah.
Hilangnya generasi muda yang tangguh ini tidak lepas dari beberapa segi; Pertama, lingkungan; Kedua, pola hidup; Ketiga, jiwa dan rasa kebersamaan yang telah luntur.
Secara geris besar memang lingkunganlah yang berperan aktif untuk merubah generasi muda, tapi sekarang lingkungan pun sudah tercemar dengan globalisasi. Masyarakat khususnya generasi muda kini telah terjangkit virus berbahaya yakni globalisasi, globalisasi bukan hanya sekedar menyerang generasi muda saja tetapi telah menjalar ke birokrat-birokrat pemerintahan. Banyak sumber daya alam yang sepertinya digadaikan oleh penentu kebijakan di negeri ini seperti Sofyan Djalil yang sudah sembrono memprivatisasi BUMN.
Indonesia terancam, dari beberapa segi kita sudah melihat betapa Indonesia kian terpuruk; pembalakan liar yang kian merugikan negara miliaran Rupiah kini terjadi dimana-mana, keserakahan eksploitasi minyak dari koporasi yang secara legal menguras kekayaan alam kita. Sementara itu, pembagian keuntungan juga tidak seimbang, inilah hasil dari sebuah globalisasi.
Globalisasi telah merenggut nyawa bangsa ini, bukan hanya generasi muda saja yang diracuni virus globalisasi tetapi negara ini pun telah menjadi sarang tumbuh dan berkembangnya globalisasi. Indonesia kian terdikte ole asing, setiap keputusan yang diambil Indonesia selalu saja ada campur tangan asing, seperti masalah eksekusi mati Amrozi Cs yang dimotori oleh Australia, kasus Ahmadiah yang didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris. Negeri ini seperti milik asing saja, karena semua keputusan yang diambil bukan untuk rakyat tetapi untuk kepentingan asing dan sekutunya. Undang-undang yang dibuat untuk mensejahterakan asing bukan rakyat. Kian banyak undang-undang yang malah menyudutkan rakyat seperti UU Migas, UU Penanaman Modal dll, yang telah dimanfaatkan asing untuk mengeruk segala sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia seharusnya memiliki keberanian untuk melawan bangsa Imperialisme penjajah. Seperti yang telah dilakukan pemimpin (Iran) Ahmadinejad, (Bolivia) Evo Morales, (Ekuador) Mahmoud Correa, dan (Venezuela) Hugo Chavez yang dengan lantang berani menentang imperialisme ekonomi AS dan mengusir perusahaan multinasional (MNC) yang setiap saat menghisap SDA bangsa mereka.
Kinilah saatnya kita bercermin pada keberanian para pahlawan yang telah rela mengorbankan segala harta dan jiwa mereka demi bangsa Indonesia, mereka sanggup gugur di medan tempur agar Indonesia tidak menjadi bangsa Asing.
Di hari pahlawan ini, semoga semangat yang dulu pernah di miliki para pahlawan untuk mengusir asing kini merasuk ke jiwa generasi muda dan para pemimpin di negeri ini untuk sesegera mungkin mengusir imperialisme asing penjajah yang acap kali menyudutkan penduduk di negeri ini dengan keganasan globalisasi mereka.
Dengan semangat pahlawan ini lah mari kita kibarkan bendera kemerdekaan dan menjadi bangsa yang mandiri tanpa bantuan asing yang sifatnya hanya penjajah.

KRISIS MULTI DIMENSI DAN KRISIS PEMIMPIN
(refleksi 100 Kebangkitan Nasional dan 10 Reformasi)


Indonesia, yang mengalami lumpuh total akibat terserang penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral pun juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
Negeri yang dulu pernah menjadi swasembada beras kini telah menjadi negeri yang kering dan tandus setelah menjadi negara Indonesia. Negeri yang dulu pernah menjadi pengekspor tenaga kerja profesional ke luar negeri kini telah menjadi negeri pengekspor buruh. Yang menjadi PR kita semua adalah, apakah pendidikan di Indonesia hanya mampu mencetak mental-mental buruh?
Yang lebih memilukan lagi mental rakyat di negeri ini lebih senang menjadi buruh ketimbang menjadi pemilik usaha. Bukan hanya di luar negeri di dalam negeri pun penduduk pribumi ini tetap menjadi buruh.
Kalau di hitung dari sabang sampai merauke kekayaan alam kita sangat melimpah ruah bahkan untuk PT freeport saja mampu untuk membangun AS yang lebih baik dari AS sekarang. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kemana semua kekayaan alam kita? Kenapa kita menjadi buruh? Kenapa rakyat Indonesia banyak yang miskin? Kenapa setiap tahunnya selalu ada saja peningkatan jumlah pengguguran padahal sumber laut kita melimpah, tambang kita banyak, dan serentetan kekayaan alam lainnya yang sampai saat ini dikeruk orang lain. Dimana kita saat kapal batu bara melintasi laut kalimantan? Dimana pemerintah kita saat kapal pengangkut emas di Papua mengangkut kekayaan alam miliki kita? Kenapa BBM kita naik padahal stok minyak mentah kita banyak? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang hingga saat ini tidak bisa dijawab oleh penguasa kita?
Padahal di Gedung-gedung pemerintahan kita banyak sekali pejabat nya, mungkin kalau ditulis di kertas putih tentu tidak akan cukup kalau hanya 100 lembar kertas, bahkan untuk menulis nama-nama mereka saja mungkin tidak akan cukup dengan hanya satu pulpen saja. Tapi apa kerja mereka, mobil mewah, rumah mewah, makanan mewah, pakaian mewah, dan serba mewah lainnya yang kita berikan sepertinya tidak cukup untuk fasilitas mereka hingga mereka harus ‘merampok’ rakyat lagi dengan kekuasaan mereka (korupsi, suap-menyuap dan berbagai macam niputisme lainnya).
Kalau kita berkaca dari Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin, dia sanggup merelakan anaknya menangis karena ingin membeli baju dari pada memakan uang yang bukan haknya. Umar lebih rela tinggal dibawah gubuk dari melihat rakyat yang tinggal dibawah gubuk padahal dia adalah seorang penguasa pada saat itu. Bahkan Umar sanggup mengangkat beras sendiri untuk memberi makan rakyatnya dan memasak nya dengan tangan nya sendiri.
Inilah salah satu sosok pemimpin yang dirindukan rakyat hingga saat ini. Ketidak percayaan rakyat terhadap partai-partai politik sekarang sangat beralasan, sebabnya sudah 100 tahun hari kebangkitan nasional dan bahkan sudah 63 tahun kita merdeka ditambah lagi dengan 10 Reformasi, keadaan kita masih seperti ini bahkan lebih buruk dari yang dulu. Berarti pemilu yang sudah-sudah tidak menghasilkan apa-apa kecuali penderitaan rakyat, bahkan pemilu 2004 yang lalu yang telah mengantarkan SBY-JK menjadi seorang pemimpin yang dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis pun sama saja hasilnya. Lalu mungkinkah kita akan berharap pada pemilu yang akan datang, sampai kapan kita akan berharap pada pemilu?
Saatnya Indonesia melawan, bangkit untuk mandiri dan bersatu melawan Imperialisme penjajah, menasionalisasikan semua aset-aset kita, mengembalikan hak-hak rakyat yang dirampas. Sebagaimana yang telah di lakukan India dan Cina, India dan Cina bukan hanya menguasai ilmu dan teknologi tetapi sudah menguasai ilmu antariksa jangan ditanya apakah mereka mampu menguasai swasembada beras.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia sudah seharusnya menampakkan diri sebagai “macan” Asia. Lihatlah keberanian pemimpin dunia macam Evo Morales (Bolivia), Hugo Chavez (Venezuela), Rafael Correa (Ekuador), atau Mahmoud Ahmadinejad (Iran) yang dengan gagah berani menentang Imperialisme ekonomi AS dengan menasionalisasikan aset-aset strategisnya dan mengusir perusahaan multinasional yang menggerogoti SDM bangsa mereka. Wallahu a’alam bi ash-shawab