Minggu, 19 April 2009

SUARA RAKYAT, SUARA TUHAN?


Masa kampanye telah berakhir, dan pemilihan anggota legeslatifpun kini telah usai, yang ada hanya tinggal rakyat menagih janji. Akankah harapan yang telah mereka taruhkan untuk memilih pemimpin yang adil dan bijaksana bisa terwujud ataukah rakyat hanya dijadikan alat untuk maju ke kursi pemerintahan, ini akan dibuktikan pada saat dilantiknya para pemimpin-pemimpin baru nanti.
Dan apakah selogan Suara Rakyat, Suara Tuhan Itu benar-benar bisa di buktikan, ataukah hanya omong kosong belaka? Meskipun rakyat bukan representatif dari suara Tuhan.
Di Indonesia sendiri, pada tahun ini terdapat 10,24 juta rakyat menganggur, 33 juta lebih rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan jika menggunakan standar Bank Dunia, angkanya bisa mencapai 100 juta orang. Sebanyak 90% kekayaan migas kita juga telah dikuasai oleh kekuatan asing. Belum lagi kekayaan alam yang lainnya. Lihatlah, kekayaan alam kita yang melimpah ternyata hanya menyumbangkan 20% pendapatan dalam APBN, 75%nya diperoleh dengan ‘MEMALAK’ rakyat, melalui pajak, sisanya 5% dari perdagangan, dan lain-lain.
Inilah realitas sistem Kapitalis Sekularisme dan Liberalisme yang mencengkram kehidupan umat Islam, termasuk di negeri ini. Adilkah itu?
Jadi, masihkah kita berharap pada sistem yang rusak seperti ini, yang terbukti telah menghempaskan dunia, termasuk Indonesia, ke dalam jurang kehancuran? Orang yang berakal sehat, tentu akan menjawab tidak. Itulah mengapa, seorang Angela Merkel, Kanseler Jerman, beberapa waktu lalu pernah menyatakan, bahwa dunia membutuhkan sistem alternatif.
Yakinlah bahwa perubahan negeri ini ke arah yang lebih baik tidak bisa hanya dengan ‘mengubah’ (mengganti) sosok pemimpinnya, tetapi juga mengubah sistem/aturan yang dijalankannya, yakni dari sistem sekuler, sebagaimana saat ini, ke sistem Islam, yang diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara total dalam negara. Hal ini penting karena satu alasan: Menerapkan hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan adalah kewajiban kolektif (fadhu kifayah) bagi umat Islam. alasan lainnya, karena sistem sekuler, dengan demokrasi sebagai salah satu pilarnya, saat ini telah terbukti rusak dan gagal menciptakan kesejahteraan lahir batin dan keadilan bagi semua pihak. Logikanya, buat apa kita mempertahankan sistem yang telah terbukti rusak dan gagal? Padahal jelas Allah SWT telah menyediakan sistem yang baik, yakni sistem syariah Islam.
Tentu bisa dianggap tidak bertanggung jawab atas nasib negeri ini jika dala menghadapi Pemilu kita hanya duduk manis seraya melipat tangan di dada, tidak berbuat apa-apa demi perubahan. Akan tetapi, tentu tidak bijak pula jika Pemilu seorang dianggap ‘obat mujarab’ yang pasti menghasilakan perubahan ke arah yang lebih baik. Jika yang diinginkan adalah perubahan semu dan sesaat (sekedar pergantian orang-orang yang duduk di struktur pemerintahan dan di DPR), mungkin iya. Namun, jika yang dikehendaki adalah perubahan hakiki dan mendasar (dari sistem sekuler ke sistem yang berlandaskan syariah Islam), maka masuk dalam pusaran sistem demokrasi justru sering melahirkan bahaya nyata: pengabaian terhadap sebagaian besar hukum-hukum Allah SWT. Pasalnya, demokrasi memang sejak awal menempatkan kedaulatan (kewenangan membuat hukum) berada tangan menusia (rakyat) ‘Voice People, Voice God’, bukan di tangan Allah SWT. Akibatnya, hukum-hukum Allah SWT selalu tersingkir, dan hukum-hukum buatan manusialah yang selalu dijadikan pedoman. Inilah yang sudah terbukti dan disaksikan secara jelas di dalam sistem demokrasi di manapun, termasuk di negeri ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan hidayah dan taufiq atas umat ini, yang bisa menggerakkan mereka untuk aktif dalam memperjuangkan tegaknya syariah Islam. semoga Allah SWT pun selalu membimbing umat ini agar senantiasa menapaki manhaj perjuangan Rasulullah saw., sejak memulai dakwahnya di Makkah hingga berhasil menegakkan Daulah Islam di Madinah, sekaligus menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Amin.
Sarli
Mahasiswa FKIP Unlam Program Studi Pendidikan Ekonomi
Aktivis Forum Mahasiswa Anti Imperialisme Kalimantan Selatan
Email: jundullah.88.a.s.a@gmail.com

Tidak ada komentar: