Selasa, 23 Desember 2008

KRISIS MULTI DIMENSI DAN KRISIS PEMIMPIN
(refleksi 100 Kebangkitan Nasional dan 10 Reformasi)


Indonesia, yang mengalami lumpuh total akibat terserang penyakit kronis yang sukar disembuhkan sehingga sempat membuat negeri ini “koma”. Salah satunya yaitu krisis ekonomi moneter.
Di tengah situasi perekonomian yang kontemporer saat ini, angka kejahatan semakin meningkat, sebagai salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi. Ironisnya lagi, seiring dengan krisis ekonomi tersebut, krisis moral pun juga ikut merajalela. Bahkan banyak orang yang tega yang menghilangkan nyawa saudaranya hanya karena sesuap nasi. Realita ini tidak bisa kita pungkiri.
Negeri yang dulu pernah menjadi swasembada beras kini telah menjadi negeri yang kering dan tandus setelah menjadi negara Indonesia. Negeri yang dulu pernah menjadi pengekspor tenaga kerja profesional ke luar negeri kini telah menjadi negeri pengekspor buruh. Yang menjadi PR kita semua adalah, apakah pendidikan di Indonesia hanya mampu mencetak mental-mental buruh?
Yang lebih memilukan lagi mental rakyat di negeri ini lebih senang menjadi buruh ketimbang menjadi pemilik usaha. Bukan hanya di luar negeri di dalam negeri pun penduduk pribumi ini tetap menjadi buruh.
Kalau di hitung dari sabang sampai merauke kekayaan alam kita sangat melimpah ruah bahkan untuk PT freeport saja mampu untuk membangun AS yang lebih baik dari AS sekarang. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kemana semua kekayaan alam kita? Kenapa kita menjadi buruh? Kenapa rakyat Indonesia banyak yang miskin? Kenapa setiap tahunnya selalu ada saja peningkatan jumlah pengguguran padahal sumber laut kita melimpah, tambang kita banyak, dan serentetan kekayaan alam lainnya yang sampai saat ini dikeruk orang lain. Dimana kita saat kapal batu bara melintasi laut kalimantan? Dimana pemerintah kita saat kapal pengangkut emas di Papua mengangkut kekayaan alam miliki kita? Kenapa BBM kita naik padahal stok minyak mentah kita banyak? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang hingga saat ini tidak bisa dijawab oleh penguasa kita?
Padahal di Gedung-gedung pemerintahan kita banyak sekali pejabat nya, mungkin kalau ditulis di kertas putih tentu tidak akan cukup kalau hanya 100 lembar kertas, bahkan untuk menulis nama-nama mereka saja mungkin tidak akan cukup dengan hanya satu pulpen saja. Tapi apa kerja mereka, mobil mewah, rumah mewah, makanan mewah, pakaian mewah, dan serba mewah lainnya yang kita berikan sepertinya tidak cukup untuk fasilitas mereka hingga mereka harus ‘merampok’ rakyat lagi dengan kekuasaan mereka (korupsi, suap-menyuap dan berbagai macam niputisme lainnya).
Kalau kita berkaca dari Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin, dia sanggup merelakan anaknya menangis karena ingin membeli baju dari pada memakan uang yang bukan haknya. Umar lebih rela tinggal dibawah gubuk dari melihat rakyat yang tinggal dibawah gubuk padahal dia adalah seorang penguasa pada saat itu. Bahkan Umar sanggup mengangkat beras sendiri untuk memberi makan rakyatnya dan memasak nya dengan tangan nya sendiri.
Inilah salah satu sosok pemimpin yang dirindukan rakyat hingga saat ini. Ketidak percayaan rakyat terhadap partai-partai politik sekarang sangat beralasan, sebabnya sudah 100 tahun hari kebangkitan nasional dan bahkan sudah 63 tahun kita merdeka ditambah lagi dengan 10 Reformasi, keadaan kita masih seperti ini bahkan lebih buruk dari yang dulu. Berarti pemilu yang sudah-sudah tidak menghasilkan apa-apa kecuali penderitaan rakyat, bahkan pemilu 2004 yang lalu yang telah mengantarkan SBY-JK menjadi seorang pemimpin yang dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis pun sama saja hasilnya. Lalu mungkinkah kita akan berharap pada pemilu yang akan datang, sampai kapan kita akan berharap pada pemilu?
Saatnya Indonesia melawan, bangkit untuk mandiri dan bersatu melawan Imperialisme penjajah, menasionalisasikan semua aset-aset kita, mengembalikan hak-hak rakyat yang dirampas. Sebagaimana yang telah di lakukan India dan Cina, India dan Cina bukan hanya menguasai ilmu dan teknologi tetapi sudah menguasai ilmu antariksa jangan ditanya apakah mereka mampu menguasai swasembada beras.
Sebagai sebuah bangsa yang telah lebih setengah abad merdeka, Indonesia sudah seharusnya menampakkan diri sebagai “macan” Asia. Lihatlah keberanian pemimpin dunia macam Evo Morales (Bolivia), Hugo Chavez (Venezuela), Rafael Correa (Ekuador), atau Mahmoud Ahmadinejad (Iran) yang dengan gagah berani menentang Imperialisme ekonomi AS dengan menasionalisasikan aset-aset strategisnya dan mengusir perusahaan multinasional yang menggerogoti SDM bangsa mereka. Wallahu a’alam bi ash-shawab

Tidak ada komentar: